JAKARTA, iNewsSleman.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto, sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penyelidikan atas kasus tersebut telah dimulai.
Ali Fikri, Kepala Bagian Pemberitaan KPK, menjelaskan bahwa penyelidikan tersebut dilakukan setelah analisis lanjutan dilakukan oleh pihaknya. Temuan baru terkait dugaan penyembunyian dan penyamaran asal usul kepemilikan harta telah ditemukan.
"Pada hari Kamis, 18 April 2024, KPK menetapkan kembali tersangka terkait dugaan TPPU," kata Ali Fikri dalam pernyataannya.
Dia juga menyebutkan bahwa KPK sedang melakukan serangkaian tindakan penyelidikan, termasuk penyitaan sejumlah aset yang dimiliki oleh Eko.
"Fase pengumpulan bukti, termasuk penyitaan berbagai aset bernilai ekonomis, telah dilakukan oleh Tim Penyidik," kata Fikri.
Pada dasarnya, KPK hampir menyelesaikan penyelidikan atas dugaan penerimaan gratifikasi senilai Rp10 miliar yang melibatkan Eko Darmanto. Penyelidikan atas dugaan penerimaan gratifikasi dimulai setelah adanya keanehan dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Eko.
LHKPN milik Eko Darmanto tergolong sebagai outlier. KPK kemudian melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait temuan tersebut.
Berdasarkan temuan KPK, utang Eko Darmanto meningkat secara signifikan dalam satu tahun. Jumlah utang tersebut tidak sebanding dengan pendapatannya, sehingga menimbulkan kecurigaan terhadap laporan kekayaan milik Eko.
Utang Eko meningkat sebesar Rp500 juta, dari sebelumnya Rp8.525.000.000 (Rp8,5 miliar) pada tahun 2020 menjadi Rp9.018.740.000 (Rp9 miliar) pada tahun 2021.
Selain utang, KPK juga menyoroti kepemilikan mobil-mobil tua dan langka yang dimiliki oleh Eko Darmanto.
Berdasarkan laporan kekayaannya, Eko diketahui memiliki sejumlah mobil tua dan langka, seperti Jeep Willys Tahun 1944 senilai Rp150 juta, Chevrolet Bell Air Tahun 1955 senilai Rp200 juta, Dodge Fargo Tahun 1957 senilai Rp150 juta, Chevrolet Apache Tahun 1958 senilai Rp200 juta, serta Ford Bronco Tahun 1972 senilai Rp150 juta.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta