YOGYAKARTA, iNewssleman.id - Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta berkolaborasi dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Kementerian Agama menggelar Seminar "Sistem Istinbath Hukum Islam dan Bahtsul Masail" di University Hotel pada Rabu (31/7/2024) sampai dengan Jumat (2/8/2024). Kedua materi ini sangat diperlukan untuk kemaslahatan umat.
“Ulama memiliki besar ulama dalam menjaga kokohnya negara ini dan menyatakan Indonesia memiliki potensi besar untuk berperan dalam memberikan fatwa yang berlaku di dunia internasional,” kata Rektor UIN Sunan Kalijaga, Al Makin, Kamis (1/8/2024).
Kepala Kanwil Kemenag DIY, Ahmad Bahiej menekankan pentingnya kolaborasi antara PBNU, Kemenag, dan UIN Sunan Kalijaga. Kolaborasi tersebut melibatkan banyak pihak karena kompleksitas permasalahan di masyarakat memerlukan kerja sama antara pemerintah, praktisi, dan akademisi.
Wakil Ketua PBNU, KH Zulfa Mustofa mengatakan, seminar ini dihadiri peserta dari pesantren, kampus, dan falakiyah, karena semuanya memiliki irisan dengan istinbath hukum. Menurutnya pengambilan hukum Islam harus sesuai dengan kompleksitas masalah yang dihadapi masyarakat saat ini.
“Ulama harus bersikap tawasuth, bermanhaj, dan dinamis dalam berfatwa,” katanya.
Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi mengatakan, istinbath merupakan proses mengeluarkan hukum dengan menggunakan akal dan pikiran, berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist, serta bagian dari ijtihad. Nahdlatul Ulama melalui Bahtsul Masail telah menerapkan berbagai metode penetapan hukum sejak 1989 dan mengalami perkembangan tahun 1992 di Munas Lampung dengan menetapkan 3 metode bahtsul masail dalam penetapan hukum, yakni Qauli, Manhaji, dan Ilhak.
Bahtsul Masail dapat dijadikan sebagai wadah untuk mengkaji berbagai problem manusia yang semakin kompleks melalui metode-metode yang telah disusun. Contoh, kompleksitas jual beli saham yang menimbulkan perdebatan karena sifatnya yang fluktuatif. Sementara jika merujuk pada kitab klasik, jual beli seperti itu tidak diperkenankan karena bentuk dari benda yang diperjualbelikan tidak terlihat, tidak ada yang diserahterimakan.
“Jual beli saham itu boleh. Saham adalah hal yang baru sehingga harus definisikan dengan cara yang baru dengan melihat realita pesatnya perkembangan teknologi, jual beli tidak lagi hanya terbatas barang, tetapi dalam bentuk nilai,”ujarnya.
Katib PBNU, KH Sarmidi Husna mengatakan, Bahtsul Masail pertama kali digunakan secara formal melalui muktamar pada tahun 1926 dan dilakukan setiap tahun sebelum akhirnya diubah menjadi lima tahun sekali setelah masa penjajahan. Pada Muktamar ke-26 di Yogyakarta, disepakati adanya Lajnah Bahtsul Masail yang terdiri dari tiga komisi, Komisi Waqiyah yang menentukan halal dan haram, Komisi Mauduiyah yang membahas konsep-konsep, dan Komisi Qonuniyah yang mengkaji Peraturan seperti Kepres dan sejenisnya.
“Bahtsul masail yang digelar di Yogyakarta membahas Sidang Isbat yang biasa dilakukan pemerintah untuk 3 Bulan Hijriyah yang meliputi penentuan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah, sementara sembilan bulan lainnya tidak dilakukan isbat,” ujarnya.
Editor : Wisnu Aji