YOGYAKARTA, iNews.id - Proses penagihan dan pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia di sektor pembiayaan berperan penting dalam meningkatkan kepercayaan publik terhadap perusahaan pembiayaan di Indonesia.
Dengan menerapkan pendekatan yang transparan dan adil, hal ini dapat memperkuat ekosistem bisnis dan mendukung pengelolaan kredit yang lebih lancar.
Untuk memaksimalkan manfaatnya, penting adanya kebijakan dan regulasi yang seimbang agar industri pembiayaan dapat berkembang secara sehat dan memberikan manfaat optimal bagi semua pihak.
PT Federal International Finance (FIFGROUP), salah satu anak perusahaan PT Astra International Tbk yang menyediakan berbagai layanan pembiayaan, turut berpartisipasi dalam acara yang diselenggarakan oleh Asosiasi Advokat Konstitusi (AAK).
Acara tersebut adalah Forum Group Discussion dengan tema “Perlindungan Kepentingan Hukum Perusahaan Pembiayaan dalam Relasi dengan Profesi Penagih Hutang”, yang diadakan di Yogyakarta Marriott Hotel, Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta secara hybrid, baik tatap muka maupun daring melalui Zoom.
Acara ini menghadirkan sejumlah narasumber ahli di bidangnya, yaitu Kepala Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Polri, Brigadir Jenderal Veris Septiansyah; Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Sobandi; dan Pakar Hukum Jaminan Fidusia Universitas Diponegoro, Siti Malikhatun Badriyah; dengan moderator Ketua Asosiasi Advokasi Konstitusi, Bahrul Ilmi Yakup.
Lebih dari 150 peserta hadir langsung, sementara lebih dari 700 peserta mengikuti secara daring melalui Zoom, terdiri dari anggota Asosiasi Advokat Konstitusi, aparat hukum kepolisian, organisasi dan asosiasi pelaku usaha penagihan, serta karyawan FIFGROUP.
Dalam sambutannya, Bahrul Ilmi Yakup menyoroti bahwa industri pembiayaan menghadapi stigma negatif terkait proses penagihan yang dilakukan oleh pelaku usaha dan pemangku kepentingan lainnya.
“Stigma negatif ini merugikan pelaku industri pembiayaan, sehingga sangat penting untuk menciptakan keseimbangan dalam perlindungan semua pihak, mulai dari konsumen, pelaku usaha, hingga pelaku penagihan,” ujar Bahrul.
Operation Director FIFGROUP, Setia Budi Tarigan, juga memberikan sambutan dan menyatakan rasa syukurnya atas terselenggaranya forum ini, karena memberikan kesempatan untuk perlindungan hukum yang seimbang bagi perusahaan pembiayaan.
“Dalam mengelola kredit bermasalah, penagihan dilakukan untuk mencegah peningkatan masalah kredit. Namun, stigma negatif tersebut menyebabkan kendala bagi perusahaan dalam beroperasi, berdampak pada kesehatan industri pembiayaan secara umum,” kata Budi.
Pada sesi diskusi, Kepala Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Polri, Brigjen Veris Septiansyah, mengungkapkan pentingnya pelaku profesi penagihan untuk mengikuti prosedur yang berlaku.
“Seringkali ada tindakan penagihan yang melibatkan kekerasan fisik atau premanisme, yang menyebabkan pandangan negatif terhadap prosedur penagihan,” kata Veris.
Veris menambahkan bahwa pelaku usaha harus mengikuti peraturan yang berlaku, seperti Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan berbagai regulasi lainnya, termasuk peraturan dari Otoritas Jasa Keuangan dan Mahkamah Konstitusi.
“Regulasi ini menjadi pedoman bagi perusahaan pembiayaan agar proses penagihan berjalan baik, dan konsumen juga harus memahami kewajiban mereka, seperti pembayaran angsuran tepat waktu,” jelas Veris.
Sementara itu, Sobandi menyarankan agar regulasi prosedur eksekusi jaminan fidusia yang ada saat ini perlu disederhanakan.
“Regulasi yang ada sering kali mempersulit penagihan dan eksekusi jaminan fidusia. Bahkan ada penagih yang dihukum oleh masyarakat karena penagihan, menunjukkan adanya kelemahan dalam regulasi yang menyulitkan lembaga pembiayaan,” ujar Sobandi.
Menurut Siti Malikhatun Badriyah dari Universitas Diponegoro, sertifikat jaminan fidusia memiliki kekuatan eksekutorial. Namun, keabsahan jaminan fidusia perlu diperhatikan, termasuk proses pembebanan dan pendaftaran jaminan fidusia.
“Sertifikat ini harus ditandatangani oleh debitur dan kreditur, berlaku sesuai asas hukum penjaminan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,” jelas Siti.
Acara ini mendapat respons positif dari peserta FGD dan diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan kesadaran tentang pentingnya kebijakan atau regulasi yang seimbang dalam proses eksekusi jaminan fidusia sesuai dengan Undang-Undang Jaminan Fidusia, serta melindungi kepentingan semua pihak terkait.
Diskusi berlangsung hangat dengan narasumber memberikan jawaban lengkap terhadap pertanyaan audiens. Secara keseluruhan, acara ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai upaya penagihan dan eksekusi jaminan fidusia.
Editor : Sazili MustofaEditor Jakarta