SOLO, iNewsSleman.id – Raden Muhammad Fathurahmat berhasil menyabet satu emas dan tiga perak dalam Pekan Paralimpiade Nasional (PEPARNAS) XVII Solo 2024. Keberhasilan atlet cabang olahraga (Cabor) para balap sepeda track tersebut, tak lepas dari dari peran sang pilot, Mufti Fadhilah Salma.
Keselarasan kaki dalam mengayuh pedal, membuat duo Jawa Barat ini Berjaya dalam pertandingan yang berlangsung di Velodrome Manahan. Medali-medali diraih di cabor para balap sepeda track nomor track individual pursuit 4.000 meter putra tunanetra untuk emas.
Sedangkan tiga perak disabet di nomor track time trial 1.000 meter putra tunanetra, track sprint 200 meter omnium putra tunanetra, dan elite track ranking omnium putra tunanetra.
Fathurahmat memiliki hambatan penglihatan bukan sejak lahir. Mata kanannya mengalami kebutaan karena mendapatkan benturan bola tenis di usia 8 tahun. Sedangkan mata kirinya mengalami kecelakaan di usia 11 tahun.
Fathurahmat pun mempercayakan penglihatannya ke Mufti. Awalnya memang tak mudah. Namun, rasa tersebut muncul sedikit demi sedikit, seiring kedekatan keduanya.
"Untuk masalah itu, awal-awal kepercayaan saya belum sepenuhnya. Karena memang chemistry harus dibangun, irama juga harus dibangun dulu. Tapi setelah semuanya, saya percaya sepenuhnya (pada Mufti)," tutur Fathurahmat, Kamis (10/10/2024).
Bagi Fathurahmat, keberhasilan meraih empat medali ini tak lepas dari peran Mufti Fadhilah Salma yang bertugas sebagai pilot. Di nomor ini, atlet dengan klasifikasi tunanetra membutuhkan pilot sebagai pasangan berkompetisi yang berposisi di depan.
Jelas bukan perkara mudah untuk menjalankan fungsi ini. Namun, peran itulah yang mampu dijalankan Mufti sehingga bisa menemani Fathurahmat berprestasi di PEPARNAS XVII.
Ternyata, Mufti juga belum lama menjalankan fungsi sebagai pilot. Ia bisa bertumbuh bersama Fathurahmat setelah beberapa kali dipasangkan dengan atlet lain dengan klasifikasi yang sama.
"Baru empat bulan jadi pilot. Sebelumnya sudah pernah lihat di ASIAN Para Games 2018. Cuma belum pernah mencoba, belum pernah merasakan jadi pilot," ucap Mufti.
Chemistry menjadi tantangan terbesar antara Mufti dan Fathurahmat. Maklum, untuk mengayuh satu sepeda diperlukan kerja sama yang erat antara keduanya, baik atlet maupun sang pilot.
"Hambatannya itu di chemistry, tetapi saya kan posisinya juga sekamar sama atlet. Jadi kami 24 jam bisa bareng terus," ujar pria kelahiran Bandung ini.
Saking seringnya bersama, chemistry keduanya kian menguat. Komunikasi pun menjadi kunci kerja sama apik di lintasan balap. Keduanya bahkan tak segan bicara jika ada sesuatu hal yang dirasa kurang tepat.
"Kalau kendala lain, di tandem ini secara teknis berbeda dengan sepeda biasa. Di tandem, jalan belok-belok lah terberatnya. Kalau bawanya (mengayuh sepeda) dengan atletnya tidak masalah," tutur dia.
Dunia sepeda memang tak asing lagi bagi pria berusia 28 tahun ini. Dari enam tahun lalu hingga sekarang, Mufti merupakan atlet sepeda Indonesia. Bahkan dia aktif di komunitas Hoeis Cycling hingga saat ini.
"Saya mulanya itu atlet atletik. Cuma di pelatihan ada pelatih balap sepeda juga. Dekat dengan saya, akhirnya ikut balap sepeda," ujarnya.
Sekarang Mufti masih berjuang bersama sang atlet Fathurahmat. Mufti optimistis dengan kemampuan sang atlet. Raihan empat medali di PEPARNAS XVII Solo masih bisa bertambah, karena cabor para balap sepeda menyisakan nomor road yang dipertandingkan di Boyolali mulai Jumat (11/10/2024).
"Hebatnya itu dia (Fathurahmat) mens blind full. Kan lebih diuntungkan kalau gak full, masih bisa lihat jalan atau putaran kaki pilot. Tapi dia tidak (bisa melihat), namun iramanya bisa sama, bareng," ucap Mufti.
Editor : AW Wibowo