BUMN Danantara akan Diluncurkan, Ini Masukan Pakar Ekonomi UMS untuk Pemerintah

SOLO, iNewsSleman.id – Pemerintah Indonesia akan meluncurkan lembaga baru bernama Dana Nusantara (Danantara) yang bakal diberi suntikan dana sekitar Rp1.000 triliun untuk berinvestasi dalam berbagai proyek infrastruktur strategis. Namun, keberadaan lembaga ini menuai beragam tanggapan, terutama terkait dengan pengelolaannya yang dinilai memiliki potensi risiko tinggi.
Guru Besar Ilmu Manajemen Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Prof. Dr. Anton Agus Setyawan, M.Si. mengkritisi kehadiran Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara). Anton menyampaikan salah satu kekhawatiran utama adalah apakah Danantara akan dikelola dengan profesionalisme, mengingat pengelolaan BUMN yang selama ini masih penuh dengan masalah.
“Seperti yang kita ketahui, beberapa BUMN besar di Indonesia, seperti Garuda dan Jiwasraya, mengalami kesulitan finansial yang cukup parah. Kasus Garuda, yang memiliki banyak anak perusahaan dan hampir bangkrut, serta masalah pada BUMN asuransi seperti Jiwasraya dan Bumi Putra, menggambarkan bagaimana pengelolaan yang tidak hati-hati dapat merugikan negara dan masyarakat,” ungkap Anton Agus Setyawan, Kamis (13/2/2025).
Menurutnya, jika Danantara tidak berhati-hati dalam memilih dan mengelola proyek-proyek yang layak, atau jika dana yang diinvestasikan terlalu berisiko, hal tersebut dapat menambah beban bagi pemerintah dan masyarakat.
“Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk melakukan kajian mendalam mengenai kelayakan setiap proyek yang akan dibiayai, memastikan bahwa proyek tersebut memiliki potensi pengembalian yang memadai, dan tidak hanya berpotensi menambah kerugian,” tuturnya.
Di sisi lain, Danantara juga diharapkan bisa menjadi alternatif pembiayaan bagi proyek-proyek pemerintah yang tidak dapat didanai oleh APBN, mengingat keterbatasan penerimaan pajak yang terus melambat. Lembaga ini diharapkan dapat membantu mendanai proyek infrastruktur yang sudah lama tertunda, seperti proyek IKN (Ibu Kota Negara) yang hingga kini terhambat karena kurangnya minat dari investor swasta. Namun, untuk memastikan kesuksesan, Danantara harus benar-benar hati-hati dalam memilih proyek yang layak dan mampu memberikan pengembalian yang diharapkan.
“Tentu saja, semua pihak ingin melihat apakah Danantara akan mampu mengelola dana sebesar itu secara profesional, dengan pendekatan yang transparan dan berdasarkan analisis yang matang terhadap setiap proyek. Sebab, jika pengelolaannya tidak tepat, lembaga ini justru bisa menjadi BUMN baru yang menghadapi masalah serupa dengan yang terjadi pada Garuda, Jiwasraya, atau Bumi Putra,” imbuhnya.
Selain masalah teknis pengelolaan, faktor politik di balik pembentukan dan pengelolaan Danantara juga tidak bisa diabaikan. Seperti halnya BUMN lainnya, keberadaan Danantara tidak terlepas dari campur tangan politik. Di Indonesia, banyak BUMN yang terpengaruh oleh politik dalam pengambilan keputusan, termasuk dalam pemilihan jajaran direksi dan pengelolaannya.
“Hal ini sering kali berdampak negatif pada kinerja perusahaan, sehingga Indonesia sulit untuk memiliki BUMN yang mampu bersaing secara global, seperti halnya Temasek di Singapura atau Petronas di Malaysia. Meskipun terdapat banyak kekhawatiran, kita juga harus mengakui bahwa pengelolaan BUMN yang profesional dapat berkontribusi besar pada perekonomian Indonesia,” terang Dekan FEB UMS itu.
Jika Danantara bisa dikelola dengan baik, lembaga ini memiliki potensi untuk mendatangkan keuntungan dan membantu membiayai pembangunan infrastruktur, tanpa harus sepenuhnya bergantung pada APBN atau pajak rakyat.
“Kita perlu mengkaji lebih dalam tentang bagaimana Danantara akan beroperasi, serta apakah kehadiran lembaga ini akan memberikan dampak positif atau justru menambah beban baru. Yang jelas, pengelolaan yang hati-hati dan transparan menjadi kunci utama agar lembaga ini dapat memberikan manfaat maksimal bagi negara dan masyarakat,” tegas Anton.
Editor : AW Wibowo