get app
inews
Aa Text
Read Next : KKL Arsitektur UMS Pelajari Objek Arsitektur Nusantara dan Mancanegara

Dugaan Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah, Pakar Hukum UMS Minta Kejagung Telusuri Sampai Tuntas

Kamis, 27 Februari 2025 | 17:00 WIB
header img
Pakar Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Dr. Muchamad Iksan, S.H., M.H. Foto: Ist.

SOLO, iNewsSleman.id - Pakar hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Dr. Muchamad Iksan, S.H., M.H turut bersuara terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina. Kejaksaan Agung (Kejagung) diharapkan menelusuri perkara itu sampai tuntas.

Sebagaimana diketahui, Kejagung belum lama ini mengungkap kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina, sub holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKSM) sebesar Rp193,7 triliun.  

Kejagung telah menetapkan Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga sebagai tersangka. Setelah menetapkan tersangka, Kejagung harus betul-betul serius, sungguh-sungguh, dan berani untuk melakukan proses hukum ini dengan sebaik-baiknya hingga proses akhir.

“Karena ini dilakukan penyidikan maupun nanti penuntutan oleh Kejaksaan Agung, saya kira ini harus sangat serius," ujar Muchamad Iksan, Kamis (27/2/2025).

Dia menerangkan, wewenang kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedikit berbeda. Wewenang KPK cukup sedikit istimewa, yaitu bisa melakukan penyadapan atas persetujuan dewan pengawas KPK, sedangkan wewenang ini tidak dimiliki oleh lembaga-lembaga yang lain.

Dia menilai, selama ini kepercayaan publik terhadap KPK itu sangat besar di dalam pemberantasan korupsi. Kejaksaan Agung diharapkan juga nanti mendapatkan kepercayaan publik terkait dengan pemberantasan dugaan mega korupsi di Pertamina. 

Untuk mengembalikan kerugian negara, Iksan menerangkan adanya wewenang penyitaan kepada tersangka dan terdakwa korupsi. Penyitaan menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), kejaksaan memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan di antara kewenangan penyidik adalah melakukan penyitaan. 

Barang-barang yang bisa disita menurut KUHAP adalah (1) Benda atau barang yang diperoleh dari hasil korupsi, (2) Benda atau barang yang digunakan untuk melakukan perbuatan korupsi, dan (3) benda-benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana korupsi, atau (4) Benda-benda yang secara langsung atau tidak langsung digunakan, dibuat, dipersiapkan untuk melakukan tindak pidana korupsi. 

Di sisi lain, penyitaan terhadap barang bukti apabila tidak ada kaitannya dengan tindak pidana maka tidak bisa untuk disita. Untuk itu, Iksan menilai kejaksaan harus kerja keras dalam kasus Pertamina untuk menelusuri keuntungan yang diperoleh dari korupsi itu saat ini berada di mana dan melibatkan siapa saja. 

Untuk money laundry, Iksan memandang hal tersebut sudah pasti terjadi, terlebih tindak korupsi ini telah berlangsung dari tahun 2018. 

“Nah ini kerja kejaksaan sangat berat bagaimana supaya hasil korupsi itu bisa disita. Karena setelah disita itulah ada kemungkinan kemudian kalau nanti di pengadilan para terdakwa itu terbukti melakukan korupsi, nanti hakim bisa menjatuhkan pidana berupa perampasan terhadap hasil korupsi, dikembalikan kepada negara dalam hal ini pertamina. Demikian juga bisa menjatuhkan denda bagi mereka, jadi ganti rugi dan denda,” kata dosen Fakultas Hukum UMS itu.

Pakar hukum acara pidan ini memandang bahwa Kejaksaan Agung saat ini pasti tengah mencari orang yang sekiranya juga bisa dianggap memiliki keterlibatan melakukan tindak pidana korupsi. Dia yakin, Kejaksaan Agung tidak akan hanya akan berhenti di tujuh orang tersangka. Dengan semakin banyak orang yang terlibat menandakan bahwa penegakan hukumnya akan semakin baik. Artinya, orang-orang yang terlibat betul-betul dilakukan penegakan hukum. 

“Ada kemungkinan lebih besar, kembalinya (kerugian negara) akan lebih banyak daripada yang dijadikan terdakwa hanya tujuh orang, sementara sebenarnya yang diperoleh dari korupsi Rp 193,7 triliun itu sebenarnya dinikmati banyak orang. Tapi ketika yang jadi terdakwa itu orang tujuh, itu nanti kalau mau disuruh bayar kan orang tujuh itu. Kalau yang disuruh bayar orang tujuh, pastilah akan sangat terbatas,” ucapnya. 
 

Editor : Ary Wahyu Wibowo

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut