Sebagai bagian dari program pemberdayaan desa, ia menggagas 1.000 desa wisata dengan melibatkan generasi muda untuk mengeksplorasi potensi agrikultur dan pariwisata yang ada, seperti Desa Sikunir, yang dikenal sebagai desa tertinggi di dunia dan memiliki potensi wisata alam yang luar biasa.
“Jika dikelola dengan baik, tempat-tempat ini bisa menjadi sumber pemasukan sekaligus ruang untuk anak-anak muda berkreasi di bidang pertanian dan wisata,” ungkapnya.
Infrastruktur jalan dan fasilitas wisata di desa-desa yang berpotensi akan ditingkatkan, sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan dan membuka lapangan pekerjaan di sektor agrikultur.
Luthfi menambahkan, insentif bagi petani milenial harus mendukung program pemerintah secara kolaboratif. Ia menyebutkan adanya rencana pusat untuk menciptakan skema "Petani Gajian" yang sedang digodok sebagai bentuk perlindungan penghasilan bagi petani, terutama yang berusia muda.
“Petani Gajian adalah salah satu langkah agar anak muda merasa lebih aman secara finansial saat terjun di bidang pertanian. Kita perlu dukungan kolaboratif agar program ini berjalan maksimal di daerah,” kata Luthfi.
Luthfi juga menekankan pentingnya pendekatan urban farming sebagai solusi bagi generasi milenial yang tinggal di perkotaan atau lahan sempit namun ingin mencoba bertani. Sistem hidroponik menjadi salah satu metode bertani yang dinilai cocok untuk kaum milenial, karena dapat dijalankan di lahan terbatas dan memiliki hasil yang efisien.
Dengan urban farming, petani milenial dapat memanfaatkan teknologi sederhana namun efektif dalam membudidayakan sayuran atau tanaman lain. Ini dinilai sebagai peluang besar, terutama di kawasan perkotaan yang semakin terbatas lahan untuk bercocok tanam.
“Dengan teknologi hidroponik dan pendekatan urban farming, kita bisa memperluas peran milenial di bidang pertanian meskipun di tengah keterbatasan lahan,” jelas Luthfi.
Editor : AW Wibowo