BANTUL,Newssleman.id - Pakar ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Imamuddin Yuliadi meminta pemerintah untuk menunda rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang akan diterapkan mulai Januari 2025. Kenaikan PPN akan berdampak panjang terhadap roda perekonomian.
Kebijakan pemerintah untuk menaikkan PPN mendasar pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), khususnya pada Pasal 7 Ayat 1. Penerapan aturan ini dirasakan tidak tepat di tengah kondisi ekonomi yang lesu dan akan memperburuk sektor riil.
“Kebijakan ini harus ditundan atau dikaji ulang, karena kondisi ekonomi lesu,” katanya, Jumat (22/11/2024).
Jika PPN tetap akan dinaikkan, dikhawatirkan akan berdampak terhadap roda ekonomi. Hal ini akan menurunkan daya beli masyarakat, konsumsi mengalami penurunan, serta dunia bisnis terutama UMKM akan menghadapi kenaikan biaya produksi dan berisiko kehilangan pasar.
“Kenaikan PPN akan menyebabkarn kenaikan harga barang dan jasa sehingga akan memicu terjadi inflasi,” ujar Sekretaris Dewan Guru Besar UMY ini.
Imamudin juga melihat maraknya protes di masyarakat terkait transparnasi dan akuntabilitas pemerintah dalam mengelola pajak. Fungsi pajak harus mencakup tiga aspek, yakni stabilisasi, alokasi, dan distribusi.
Jika penerimaan pajak pemerintah meningkat, maka pengeluaran fiskal pemerintah juga akan meningkat. Distribusi dan alokasi pajak, harus tepat sasaran, seperti untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.
“Pemerintah harus profesional, masyarakat harus bisa ikut merasakan dampak dari pajak,” katanya.
Kebijakan ini harus ditunda ulang dengan mengundang para pakar dan pemangku kepentingan untuk menyerap aspirasi dan mencari solusi terbaik. Pemerintah harus memberikan pilihan pembangunan alternatif lainnya, agar tidak menimbulkan reaksi emosional.
Editor : Wisnu Aji