“Kebutuhan di dalam negeri masih kurang banyak (suplai dari peternak lokal). Saya tidak tahu angkanya, tapi saya dengar masih di bawah 10 persen,” ungkapnya.
Ditambahkannya, meningkatkan literasi masyarakat tentang ternak domba saat ini sangat penting. UMS bisa berperan melakukan riset dan kajian akademis agar masyarakat tahu bahwa secara ilmiah beternak domba sangat menguntungkan.
Direktur Pasca Sarjana UMS sekaligus Dewan Pembina IKA UMS, Prof M Farid Wajdi M.M Ph.D mengatakan, UMS sangat perhatian masalah yang berkaitan dengan problem di masyarakat, khususnya di bidang pangan. Meski di UMS tidak memiliki Fakultas Peternakan, namun melalui tinjauan ke petenak domba secara langsung, pihaknya bisa mengerti dari sisi mana UMS dapat ikut berpartisipasi meskipun tidak langsung di bidang akademik keilmuan peternakan.
“Secara multi disiplin bisa di bidang ekonomi, pangan, distribusi, teknologi dan sentuhan lainnya,” kata Farid Wajdi.
Dengan tinjauan langsung ke lapangan, pihaknya bisa mengetahui persoalan teknis di lapangan. Dari problem di lapangan yang didapatkan, UMS bisa bermitra dengan perguruan tinggi yang lain guna membahas persoalan secara nasional di tingkat kebijakan pusat.
“Dari situ kami berharap dapat berperan menyelesaikan persoalan para peternak yang bukan sekedar pedagang domba atau kambing,” ucapnya.
Farid Wajdi mengungkapkan bahwa pengembangan peternakan domba di Indonesia sangat terbuka lebar. Masyarakat secara luas dapat ikut berpartipasi dibanding dengan peternakan sapi.
“Kalau sapi membutuhkan biaya yang tinggi, dan modal besar. Kalau domba, biaya relatif lebih kecil dan banyak pihak yang bisa ikut terlibat,” terangnya.
Sedangkan kendala yang dihadapi saat ini adalah pemahaman dan pengetahuan tentang beternak domba yang menguntungkan belum banyak diketahui masyarakat. Dari sisi ini UMS nantinya akan berperan agar peternakan domba bisa berkembang lebih baik.
Editor : AW Wibowo