Dosen UMS Soroti Kebebasan Pers di Tengah Ancaman Global dan Tantangan Digital

SOLO, iNewsSleman.id – Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika (FKI) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Agus Triyono, S.Sos., M.Si., menyampaikan pandangannya terkait tantangan global dan nasional dalam menjaga kemerdekaan pers. Pendapat disampaikan dalam rangka memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia yang jatuh pada 3 Mei.
Menurutnya, kebebasan pers bukan hanya soal hak jurnalistik, melainkan juga merupakan indikator penting kemajuan demokrasi suatu bangsa. Dalam konteks global, Agus menyoroti isu krisis kemanusiaan di Palestina yang turut menyeret jurnalis sebagai korban. Ia menyebut serangan Israel tidak hanya menyasar warga sipil, tetapi juga menargetkan para jurnalis secara sengaja.
“Ini ancaman nyata bagi kebebasan pers, di mana jurnalis tidak hanya dicekam ketakutan, tetapi juga menjadi target pembunuhan,” ujarnya melalui siaran pers Humas UMS, Minggu (4/5/2025).
Agus juga menyoroti dinamika kebebasan pers di Indonesia yang menurutnya mengalami kemajuan dibanding era Orde Baru. Namun ia mengingatkan adanya kecenderungan media digunakan sebagai alat politik oleh pihak-pihak yang dekat dengan kekuasaan.
Agus menghimbau untuk perlu waspada ketika media massa dikuasai oleh segelintir elit yang memiliki kedekatan dengan pemerintah. Dia menegaskan, itu dapat membahayakan independensi pemberitaan.
Menanggapi perkembangan media digital, Dosen UMS itu menyampaikan kekhawatirannya terhadap praktik jurnalisme yang lebih mementingkan kecepatan daripada akurasi. Ia menilai hal ini berpotensi menurunkan kualitas informasi yang diterima publik.
“Kecepatan bukan segalanya. Justru yang utama adalah bagaimana media menjaga akurasi dan mematuhi kode etik jurnalistik,” tegasnya.
Sebagai institusi pendidikan, UMS turut mendukung kebebasan pers melalui keberadaan media mahasiswa seperti ‘Koran Pabelan’. Agus memandang media mahasiswa memiliki peran penting dalam mengembangkan nalar kritis.
“Meskipun terkadang dianggap tidak seimbang, kita tidak boleh mematikan semangat mereka. Yang perlu dilakukan adalah pendampingan agar mereka bisa menyajikan berita dengan prinsip cover both sides,” tambahnya.
Ia juga menyoroti kurangnya keterlibatan mahasiswa dalam isu-isu nasional dan literasi media. Agus menilai bahwa literasi media harus menjadi bagian dari kurikulum dan gerakan kampus secara menyeluruh. Agus pun menggarisbawahi pentingnya peran masyarakat dalam mendukung kebebasan pers, mulai dari menjadi kontrol sosial bagi media hingga membangun budaya literasi yang kuat.
Ia menegaskan bahwa masyarakat perlu cerdas dalam menyaring informasi dan aktif menjaga kualitas ekosistem media. Menutup pandangannya, Agus menegaskan bahwa transformasi media di era digital tidak bisa dihindari. Oleh karena itu, seluruh pelaku media, termasuk industri, akademisi, dan masyarakat, harus beradaptasi secara kolektif.
“Tantangannya kompleks, tetapi kebebasan pers harus dijaga agar media tetap menjadi pilar keempat demokrasi yang kuat,” pungkasnya.
Editor : Ary Wahyu Wibowo