JAKARTA, iNewsSleman.id - Kasus kecelakaan mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang melibatkan almarhum Hasya Attalah dengan AKBP (Purn) Eko Setia yang terjadi pada Kamis 6 Oktober 2022 hingga kini masih menjadi perbincangan banyak pihak. Sebagaimana yang dimuat pada berbagai pemberitaan bahwa almarhum Hasya ditetapkan sebagai tersangka atas Laporan Polisi Nomor: LP/A/585/X/2022/SPKT SATLANTAS POLRES METRO Jakarta Selatan tanggal 7 Oktober 2022.
Pada Jumat 3 Februari 2023, Andi Simangunsong, melaui podcast BIAR JELAS pada saluran Youtube Andi Simangunsong Official melakukan wawancara eksklusif dengan Humas Polda Metro Jaya, Kombes Trunoyudo Wisnu, terkait kasus kecelakaan Mahasiswa UI tersebut. Turut diundang pada podcast tersebut yakni Anggota Kompolnas, Yusuf Warsyim; serta Pakar Pidana, Dr. Azmi Syahputra, S.H, M.H.
Diterangkan oleh Kombes Trunoyudo, bahwa dasar yang dijadikan tersangka pada Laporan Polisi tersebut adalah penyidik menetapkan kasus dengan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. "Secara lex specialis yang ditetapkan oleh penyidik disini adalah Pasal 310 atau Pasal 310 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan," kata Kombes Trunoyudo.
Lebih lanjut menurut Kombes Trunoyudo, rekonstruksi yang dilakukan bertujuan untuk memberikan kepastian hukum sesuai pada peraturan dan prosedur undang-undang. "Maka rekonstruksi kemarin adalah capaiannya untuk mencapai kepastian hukum berdasarkan rasa keadilan tapi menempuhnya melalui peraturan dan prosedur perundang-undangan,” lanjutnya.
Sementara itu, perspektif publik yang membentuk pertanyaan apakah layak atau tidak almarhum Hasya dijadikan tersangka, menurut pakar pidana, Dr.Azmi Syahputra, hal tersebut tidak tepat dan tidak seharusnya dijadikan sebagai tersangka. Menurutnya, dalam hukum harus ada subjek hukum dan keadaan, sedangkan subjek hukum pada kasus ini telah meninggal dunia.
“Tidak perlu ditetapkan sebagai tersangka, bahwa dalam hukum itu kan ada subjek hukum dan ada keadaan. Maka muncullah, subjek hukum (plus) kesalahan (dan) muncullah pertanggung jawaban, subjeknya udah gak ada, maka ngapain lagi?” ucap Azmi.
Di sisi lain, Yusuf Warsyim menjelaskan peran Kompolnas sebagai fungsi pengawas. Ia berpendapat bahwa rekonstruksi dan penanganan perkara ini terkesan mendahulukan kepastian hukum daripada kemanfaatan dan keadilan.
“Ketika memberikan kepastian hukum, tentu kepastian hukum yang bermanfaat dan adil, tapi sekali lagi, kami melihat seperti itu, (kasus ini) mengesankan mengutamakan kepastian hukum sehingga hal-hal yang harus dikemukakan lagi kemanfaatannya apa yang sudah meninggal ditetapkan sebagai tersangka, sehingga menimbulkan mengusik rasa keadilan yang mana menjadi tujuan dari hukum,” ujar Yusuf dalam wawancara.
Editor : Ammar Mahir Hilmi