Kehadiran SPBUN ini juga mampu meningkatkan aktivitas nelayan. Dulu jumlah nelayan hanya belasan orang saja. Namun kini ada sekitar 150 nelayan dengan 50 perahu yang bersandar di TPI Jatimalang. Maklum saja, nelayan di Pantai Selatan Purworejo hanya mengandalkan cuaca. Saat gelombang tinggi mereka tidak bisa melaut karena tidak ada teluk ataupun jalur khusus untuk masuk melaut.
“Profesi nelayan ini tergantung musim, karena di sini ombaknya besar,” katanya.
Tokoh Nelayan Jatimalang, Pujo Sumarto (58) mengaku masih ingat betul betapa sulitnya mendapatkan BBM untuk bekal melaut. Dia harus ke Congot Kulonprogo untuk membeli BBM yang jaraknya sekitar 10 kilometer. Begitu sampai itupun tidak langsung dilayani, karena harus antre dengan kendaraan lainnya.
“Kalau tidak ada antrean mobil kami baru dilayani. Jadi harus sabar nunggu antrean mobil habis,” katanya.
Pujo mengatakan, kehadiran SPBUN Jatimalang pada 2016 benar-benar mampu menolong nelayan. Nelayan tinggal membeli pada sore hari untuk dipakai melaut keesokan harinya. Berbekal BBM inilah mereka akan mengarangu Samudera Hindia untuk mencari ikan menggunakan jaring.
Penghasilan seorang nelayan di Purworejo juga tidak pasti. Saat musim ikan memang hasil tangkapannya sangat tinggi. Bahkan sekali melaut bisa untuk bertahan hidup selama sepekan. Namun kadang hasil tangkapan nelayan juga hanya cukup untuk membeli BBM dan bekal melaut.
“Saat paceklik ikan, kami bahkan kadang merugi kalau dipaksa melaut,” ujarnya.
Editor : Wisnu Aji