YOGYAKARTA, iNewssleman.id - Ratusan ahli bedah tulang belakang berkumpul di Yogyakarta dalam ajang 26th Anniversary of Pedicle Club Indonesia (PCI)-Indonesian Orthopaedic Spine Society (IOSS) Spine Surgery Summit in Conjunction with International Society for the Advancement of Spine Surgery-Asia Pacific (ISASS AP) 2024 di Hotel Tentrem, Yogyakarta pada 28-31 Agustus. Mereka merupakan dokter dan mahasiswa yang berasal dari berbagai negara di Asia-Pasifik untuk belajar dan bertukar pengalaman dalam penanganan bedah tulang belakang.
Chairman ISASS AP 2024, Yudha Mathan Sakti mengatakan, peserta merupakan dokter subspesialis, dokter spesialis, dokter umum serta mahasiswa kedokteran dari sejumlah negara termasuk Indonesia. Setidaknya ada 57 dokter ahli tulang belakang sebagai pembicara dan instruktur dari 17 negara serta 51 pembicara Indonesia dengan lebih dari 100 judul materi dan studi kasus yang disampaikan dan didiskusikan.
“Kami juga mengeksplorasi teknologi dan teknik bedah tulang belakang,” katanya.
Para ahli juga berkomitmen dan mendorong adanya batas-batas managemen tulang belakang. Hal ini untuk menghindari jatuhnya korban jiwa. Sebab ada tempat perawatan tulang belakang nonmedis yang salah dalam menangani permasalahan tulang belakang.
“Dokter ahli tulang belakang di Indonesia kemampuannya sudah sejajar dengan negara di luar negeri,” katanya.
Presiden PCI-IOSS I Gusti Lanang mengatakan pertemuan ini mengumpulkan para ahli tulang belakang. Mereka berdiskusi dalam pembaharuan ilmu dan teknologi dalam penanganan tulang belakang
“Semuanya berbagi pengetahuan dan pengalaman dari penelitian dan pengalaman,” katanya.
Executive Chairman ISASS AP, Luthfi Gatam mengatakan, mereka berkomitmen memberikan ruang pendidikan dan siap berbagi pengetahuan.
“Kami berkomitmen memperluas pengetahun di bidang bedah tulang belakang,” katanya.
Luthfi mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dengan prkatik pemijatan tulang belakang yang marak. Banyak kasus pemijatan yang tidak tepat sehingga mengakibatkan kematian.
“Mereka ini tidak memiliki diagnosa yang tepat, sehingga penanganan juga bisa beresiko,” katanya.
Editor : Wisnu Aji