"Kalau saya, jangan setahun sekali, tapi dibikin tiga bulan sekali. Pengawasan dan pembatasan ini harus lebih intensif untuk mencegah dampak negatif yang lebih parah," tegasnya.
Salah satu tantangan besar yang dihadapi adalah kurangnya infrastruktur PDAM di beberapa wilayah, termasuk Kota Pekalongan yang tidak memiliki PDAM sendiri dan harus bergantung pada kabupaten lain.
Luthfi melihat hal ini sebagai masalah struktural yang perlu segera diatasi melalui kolaborasi pembangunan antar-kota hingga ke tingkat desa.
"Harus ada kolaborasi pembangunan setiap kota, bahkan sampai ke desa, dan itu nanti akan dikendalikan oleh gubernur untuk memastikan akses air bersih bagi seluruh warga," katanya.
Luthfi juga menekankan pentingnya memperkuat potensi PDAM sebagai penyedia utama air bersih. Ia menyebut, meskipun PDAM memiliki kewenangan untuk mengelola air, masih ada kendala terkait kapasitas dan potensi sumber daya.
Oleh karena itu, ia mendorong upaya inovatif, seperti desalinisasi atau konversi air laut menjadi air tawar, sebagai solusi jangka panjang untuk mengatasi krisis air bersih.
"Air bersih adalah warisan nenek moyang yang harus dijaga dan dilestarikan. Ini bukan hanya soal infrastruktur, tetapi juga komitmen untuk menyediakan akses air bersih yang layak bagi seluruh masyarakat," ucapnya.
Ahmad Luthfi ingin mewujudkan perubahan nyata dalam penanganan masalah air bersih di Jawa Tengah, demi kesejahteraan masyarakat yang lebih baik dan berkelanjutan.
Editor : Ary Wahyu Wibowo