SLEMAN, iNewsSleman.id - Metode Hisab saat ini masih mengalami penolakan, akan tetapi Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir meyakini jika metode tersebut akan digunakan secara umum oleh umat Islam di Indonesia, bahkan seluruh dunia.
Seperti penggunaan jam sebagai penanda waktu salat, ia meyakini bahwa suatu saat nanti, umat Islam seluruh dunia akan menerapkan metode hisab wujudul hilal sebagai landasan dalam menentukan waktu-waktu penting ibadah yang lain umat Islam.
“Sekarang kita bisa mudah sekali untuk salat dhuhur dan segala macam tanpa harus melihat matahari,” ujar Haedar di Kantor PP Muhammadiyah, Jalan Cik Ditiro, Kota Yogyakarta, Selasa (18/4/2023).
Dalam menentukan waktu salat, saat ini dari golongan dan negara manapun memakai jadwal yang sudah pasti.
Muhammadiyah ingin dalam menetapkan awal Ramadan, 1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah juga menggunakan seperti itu.
Namun demikian, ia beranggapan jika hal itu membutuhkan waktu yang tidak pendek, bahkan bisa jadi membutuhkan waktu satu abad.
Oleh karena itu, untuk saat ini ketika masih terjadi perbedaan penentuan, Haedar berharap umat Islam tidak perlu saling menuding dan caci maki.
“Kami pun menghargai bagi saudara-saudara, maupun negara yang masih menganut sistem dan metode lain.” Tuturnya.
Sejarah Ahmad Dahlan
Keyakinan Haedar itu ia nyatakan setelah berkaca pada sejarah KH Ahmad Dahlan yang menentukan arah kiblat masjid di Indonesia memakai perhitungan ilmu falak.
Meski awalnya ditentang sedemikian rupa, namun yang dilakukan oleh Kiai Dahlan saat itu diikuti oleh bahkan seluruh umat Islam di Indonesia hingga saat ini.
“Tapi sekarang Alhamdulillah, bahkan Kementerian Agama membuat sebuah sertifikasi, bahwa setiap masjid harus dapat sertifikat arah kiblat yang benar. Bahwa perubahan untuk memakai kalender Islam global itu memerlukan waktu satu abad lagi,” tambahnya.
Penggunaan metode hisab hakiki wujudul hilal, ujar Haedar menambahkan, merupakan landasan yang bisa digunakan oleh generasi mendatang supaya hidup menjadi praktis. Islam harus menjawab tantangan yang ada di masyarakat modern yang memerlukan kepastian.
“Kepastian transaksi, kepastian tentang hari dan tanggal dan lain sebagainya. Yang tidak pasti dalam terawangan kita kan kematian dan ajal,” tambahnya.
“Dan benda-benda langit itu juga beredar dengan kepastian. Apa ada bulan itu demi toleransi mundur dulu?, bulan itu mau datang ya datang, matahari mau terbenam ya terbenam,” imbuh Haedar.
Editor : Bayu Arsita
Artikel Terkait