YOGYAKARTA, iNewsSleman.id - Indonesia memiliki kekayaan mineral tambang yang luar biasa, salah satunya adalah Nikel. Sebagai informasi awal, Nikel merupakan bahan baku baterai kendaraan listrik yang ramah lingkungan.
Bahkan menurut Ketua Umum PB HMI Raihan Ariatama, dalam buku 'Nikel Indonesia, Kunci Perdagangan Internasional' yang ditulis oleh Elisa Sugito, ada sekitar 52 persen cadangan nikel dunia, ada di Indonesia.
Sedangkan Elisa Sugito dalam Buku karyanya itu, mengatakan jika berdasarkan data terakhir dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada tahun 2021, cadangan biji nikel di Indonesia ada 5,2 miliar Ton yang tersebar di 371 titik lokasi di seluruh Indonesia.
Sementara tipe cadangan terbukti berdasarkan tipe material, yaitu tipe limonit dan tipe saprolit, masing-masing ada sekitar 100.190.020 ton (wmt) dan 341.522.266 ton (wmt).
"Dari data itu, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan sumber daya alam berupa batu nikel terbanyak di dunia. Sekitar 52 persen cadangan nikel dunia ada di Indonesia," ujar Elisa Sugito saat Launching Buku ‘Nikel Indonesia, Kunci Perdagangan Internasional’ di Gramedia Yogyakarta, Jum'at (14/7/2023) sore.
Buku ini berisi pandangan tentang alasan di balik pentingnya nikel di mata Uni Eropa dan dunia saat ini, serta perkembangan nikel menjadi komoditas yang diperhitungkan, dan posisi Indonesia sebagai negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia.
Penulis menuangkan keilmuannya dalam bidang hukum perdagangan internasional ke dalam buku ini untuk memberikan pemahaman cara kerja hukum perdagangan internasional dan peran pentingnya dalam pengaturan perdagangan barang dan jasa internasional, dan membuka ruang dialog terhadap pemanfaatan sumber daya alam yang ada di Indonesia.
Melalui buku yang informatif dan inovatif setebal 238 halaman ini, Elisa Sugito banyak mengupas tentang isu-isu seksi tentang nikel mulai dari sumber daya alam, ketersediaan, fungsi nikel, pengelolaannya hingga tantangan yang harus dihadapi Indonesia terhadap organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO).
“Indonesia merupakan negara penghasil nikel terbesar di dunia. Artinya setiap kita anak muda memiliki sumber daya alam besar yang jika dikelola dengan baik seharusnya kita tidak usah susah-susah mencari pekerjaan, karena kita penghasil nikel terbear di dunia,” ujar lulusan cumlaude dari S2 Hukum UI (Universitas Indonesia) dengan fokus International Trade Law ini.
Namun, menurut Elisa, kenyataan hari ini adalah Indonesia sebagai pemilik SDA Nikel terbanyak di Dunia ini masih belum menyerap tenaga kerja. Bahkan banyak para lulusan perguruan tinggi yang masih menganggur dan sulit untuk mendapatkan pekerjaan.
Hal itu menurut Elisa Sugito karena pengelolaan yang dilakukan pemerintah belum baik.
Ini dapat terlihat, daerah penghasil tambang-tambang besar di tanah air justru merupakan daerah-daerah yang terbilang miskin.
“Kalau dilihat, dimana sumber daya alam yang ada seperti di Morowali maupun di kalimantan, apakah mereka adalah daerah yang terkaya di Indonesia? Rata-rata yang memiliki sumber daya alam yang luar biasa adalah daerah miskin,” tambah wanita yang pernah menjadi Ketua BEM FH Unsoed ini.
Dalam buku ini, Elisa Sugito menuliskan sikap nasionalisme pemerintah akan sumber daya nikel ini memiliki konsekuensi yang sebagaimana telah diresahkan oleh Uni Eropa.
Bagi Uni Eropa, tidak peduli bahwa kebijakan tersebut diterapkan demi kepentingan nasional. Indonesia dianggap inkonsisten karena diduga melanggar aturan WTO. Yaitu pasal XI Perjanjian Umum tentang Tarif dan Perdagangan atau General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994 tentang pembatasan ekspor impor.
Pelanggaran tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) nomor 11 tahun 2019 dan dilaksanakan mulai 1 Januari 2020. Jika gugatan Uni Eropa ini dapat dibuktikan di persidangan WTO, Indonesia dapat disalahkan karena melarang melakukan ekspor.
Materi buku ini berasal dari penelitian yang dilakukan Elisa Sugito di Jurusan Hukum Perdagangan Internasional (HPI) Program Magister Ilmu Hukum Universitas Indonesia dengan judul ‘Implikasi Pelaksanaan Larangan Ekspor Ore Nikel Indonesia Berdasarkan General Agreement On Traiffs and Trade 1994’.
Dalam penelitian ini ditemukan fakta bahwa negara-negara yang telah melakukan pelarangan ekspor dapat disalahkan berdasarkan aturan WTO.
Tetapi ada juga negara yang tidak dapat disalahkan asalkan sesuai dengan ketentuan General Exeption.
Sebagai informasi, acara launching buku ini dikemas dalam bentuk dialog publik yang melibatkan beberapa akademisi handal di Yogyakarta yang merupakan kota pendidikan.
Dengan dimoderatori oleh Lawyer Retno Susanti, acara ini juga dihadiri oleh Hakimul Ichwan sebagai Direktur Institute for Democrazy and Wellfarizm Yogyakarta (IDW) sekaligus ia juga sebagai salah satu Dosen di Fisipol UGM yang melakukan pembahasan secara sosial dan politik mengenai kesejahteraan negara dan kesejahteraan masyarakat sebuah negara.
Selain itu ada juga pemateri yang lain, ada Dosen dari Fakultas Hukum UGM, Yance Arizona yang merupakan lulusan Doktoral dari Ilmu Hukum dari Leiden University, Belanda yang melakukan pembahasan mengenai kajian secara keilmuan hukum.
Ada juga pemateri yang merupakan Dosen Universitas Mercubuana Yogyakarta, Lilik Muthlatillah yang melakukan pembahasan secara sosial.
Editor : Bayu Arsita
Artikel Terkait