SLEMAN, iNewsSleman.id - Sebanyak 58 mahasiswa dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) terperangkap dalam pinjaman online (pinjol) dan rentenir. Pihak kampus telah meminta kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk segera mengambil tindakan guna mencegah lebih banyak mahasiswa terjerat.
Rektor UMY, Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, mengakui berdasarkan survei yang mereka lakukan, setidaknya ada 58 mahasiswa UMY yang terjerat pinjol dan rentenir. Namun, dia juga mengklaim bahwa beberapa di antaranya hanya memiliki sisa waktu 3 bulan sebelum melunasi pinjaman, sementara yang lainnya sudah melunasi pinjaman mereka.
"Namun, bunga yang dikenakan oleh pinjol ini luar biasa tinggi. Jika pinjaman biasa itu wajar, ini bukanlah pinjaman, ini merampok," ujar Gunawan di UMY pada Senin (11/9/2023).
Dia menyatakan bahwa sebenarnya banyak mahasiswa yang merasa malu untuk mengungkapkan situasinya. Pasalnya, pinjaman tersebut tidak digunakan untuk pendidikan, melainkan untuk gaya hidup dan keperluan lainnya. Hal ini membuat penyelesaiannya menjadi sulit ditemukan.
Tidak hanya di UMY, Gunawan yakin bahwa banyak mahasiswa di Jogja juga terjerat pinjol, seperti yang telah dia sampaikan sebelumnya. Pihak kampus telah melakukan survei yang mendalam dan merinci 40 mahasiswa dari setiap program studi.
Survei tersebut dilakukan secara acak saat mahasiswa sedang mengurus legalisasi atau saat melakukan registrasi. Mereka ditanya apakah terjerat pinjol dan apakah bersedia untuk diwawancarai.
"Apakah Anda terjerat pinjol? Bisakah kami mewawancarai Anda?" ungkapnya.
Dia juga menambahkan bahwa jumlah pinjaman bervariasi, mulai dari Rp 5 juta hingga Rp 10 juta, bahkan ada yang meminjam hingga Rp 12 juta untuk membeli sepeda motor. Namun, Gunawan menyebutkan bahwa hanya sekitar 20-25 persen dari pinjaman tersebut yang digunakan untuk keperluan kuliah.
Menurutnya, mahasiswa-mahasiswa ini terjerat pinjol dalam jangka pendek, yaitu selama 4 hingga 6 bulan. Yang lebih memprihatinkan adalah bahwa sebagian besar dari mereka terjerat melalui pertemuan langsung, bukan melalui aplikasi atau media sosial.
"Mereka dikenal dengan rentenir saat makan waktu. Dan dibandingkan dengan yang melalui aplikasi, saat ini lebih banyak yang berinteraksi langsung dengan mahasiswa. Saya berpendapat bahwa OJK harus segera mengambil tindakan," tambahnya.
Pihak kampus sudah berusaha untuk menghentikan masalah ini dengan melarang panitia kegiatan mahasiswa untuk meminta nomor handphone dan tanda tangan selama tiga tahun terakhir. Hal ini dilakukan karena kertas-kertas tersebut sering dibuang setelah kegiatan dan dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
"Jadi jika ada panitia kegiatan meminta nomor handphone, kami akan memberikan peringatan," jelasnya.
Gunawan juga mengakui bahwa beberapa dari 58 mahasiswa tersebut berhasil menyelesaikan masalah mereka tanpa bantuan dari kampus, dan ia berharap agar masalah pinjol ini segera dapat diselesaikan karena dapat mengganggu proses perkuliahan.
"Masalah ini mengganggu proses kuliah, karena mereka terus-menerus dikejar hutang. Mereka bahkan ditunggu saat hendak shalat Jumat. Semua pihak, termasuk prodi dan dosen, terkena dampaknya," ungkapnya.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait