SOLO, iNewsSleman.id - Komoditas minyak goreng Minyakita terus menuai sorotan. Kali ini, muncul keluhan terkait warna yang dinilai cepat menghitam, hingga takaran yang diduga tidak sesuai dengan yang tercantum di kemasan.
Pakar pangan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Eni Purwani, S.Si., M.Si menyatakan banyak informasi yang beredar bahwa Minyakita dimanfaatkan oleh oknum. Tanggapan terlepas dari polemik politik. Selain takarannya, Minyakita diduga dimanfaatkan oleh oknum untuk diambil kemudian dicampur dan dijadikan curah.
Minyakita dikhawatirkan pengolahan, seperti didaur ulang. Ketika daur ulang, artinya Minyakita akan ditambahi minyak selain Minyakita dan kemudian diproses kembali.
“Proses untuk yang mungkin dari sisi pemakaian itu sudah dipakai dua atau tiga kali kemudian semacam dibersihkan lagi. Itu sebenarnya bisa dan itu sederhana, tapi seharusnya itu tidak untuk pangan,” tutur Eni, Selasa (18/3/2025).
Dikatakannya, minyak yang sudah tidak layak dipakai, seperti minyak jelantah atau minyak yang telah menghitam, apabila akan didaur ulang di tingkat rumah tangga bisa melakukannya. Caranya dengan menyaring padatan-padatan, direbus dengan air dan diberi soda kue. Untuk menghilangkan bau tengik bisa menggunakan daun pandan.
“Itu bisa jernih, cuma kalau dari sisi kimia, ikatan lemaknya itu sudah banyak pecah. Ikatan lemak terutama yang rantai panjang itu pecah dan itu menjadi oksidan. Istilahnya racun radikal bebas itu yang tidak baik,” kata pakar dari Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) UMS ini.
Dalam kandungan minyak goreng, lanjutnya, kandungan utamanya adalah Vitamin A dan lemak. Namun karena panas akibat penggorengan, kemudian teroksidasi dengan oksigen, sehingga kandungannya rusak.
“Sehingga jangka panjang kalau nekat dikonsumsi itu efeknya di manusia tidak dalam waktu dekat, 10 tahunan,” papar Wakil Dekan II FIK UMS.
Eni mengatakan, sebenarnya masyarakat sudah paham kalau minyak yang berulang kali dipakai dipandang tidak baik dan masyarakat mengetahui bahwa itu racun. Namun yang dianggap racun oleh masyarakat adalah lemak yang sudah pecah dan menjadi oksida. Oksida kemudian masuk ke dalam tubuh dan ‘meracuni’ tubuh.
“Sebenarnya bukan meracuni karena ada mekanisme radikal tadi yang menempel di dinding pembuluh darah, sehingga entah dimana pun suka-suka dia akan menyempit di bagian mana. Nah takutnya menyempit di bagian jantung, bisa mengakibatkan penyakit jantung,” ucapnya.
Efek lain dari minyak goreng yang dipakai berulang kali adalah mengganggu sel pankreas yang erat kaitannya dengan Diabetes Melitus (DM). Sel pankreas pada kasus tersebut tidak efektif untuk merombak gula menjadi energi. Efek lainnya adalah hipertensi dan kolesterol darah naik.
Sedangkan untuk efek jangka pendek, tidak terlalu kelihatan. Misal minyak jelantah yang belum diolah akan membuat tenggorokan kering, namun apabila sudah diolah itu yang berbahaya.
Eni menyebut kualitas minyak yang baik dari sisi fisik bisa dilihat dari warnanya yang jernih. Dari sisi kimia, asam lemaknya itu masih original yaitu rantai panjang rangkap (belum pecah). Kemudian nilai proteinnya masih belum banyak yang rusak juga kadar airnya sudah sesuai dengan SNI 01-3741-2013 yaitu 0,1 persen.
Selain itu juga ada agen penstabil. Agen penstabil pada minyak goreng memiliki fungsi tertentu yaitu agar minyak tidak mudah teroksidasi yang berakibat menjadi oksidan ketika terkena udara beberapa hari.
Editor : AW Wibowo
Artikel Terkait