SOLO, iNewsSleman.id – Sejumlah kebijakan Menteri Kesehatan (Menkes) RI mendapat kritik tajam dari kalangan Guru Besar Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. Kebijakan Menkes dinilai mengganggu sistem yang telah dibangun lama oleh dunia akademik.
Menkes dinilai terlalu jauh mencampuri ranah pendidikan kedokteran. Salah satu sorotan utama adalah keterlibatan Menkes dalam pengelolaan pendidikan tenaga medis, khususnya dalam pendidikan dokter spesialis.
Pernyataan disampaikan dalam forum bertajuk "Suara Sang Semar: Seruan Nurani Guru Besar FK UNS" yang digelar di Auditorium FK UNS pada Selasa (20/5/2025). Hadir dalam kesempatan tersebut 9 Guru Besar FK UNS, Prof. Dr. Endang Sutisna Sulaeman, dr., M.Kes.; Prof. Dr. Yusup Subagio Sutanto, dr., Sp.P (K); Prof. Dr. Trisulo Wasyanto, dr., SpJP(K), FIHA, FAPSC, FAsCC; Prof. Ari Natalia Probandari, dr., M.P.H., Ph.D.; Prof. Dr. Reviono, dr., Sp.P(K); Prof. Dr. Sri Sulistyowati, dr.,Sp.O.G(K); Prof. Dr. Bambang Purwanto, dr., Sp.PD-KGH., FINASIM; Prof. Dr. Ida Nurwati, dr., M.Kes., Sp.Ak.; dan Prof. Tonang Dwi Ardyanto, dr., Sp.PK(K), Ph.D.
Guru Besar FK UNS yang juga sebagai Dekan FK UNS, Prof. Dr. Reviono, dr., Sp.P(K). menyatakan, seruan ini bukan reaksi terhadap kasus viral seputar dunia pendidikan kedokteran, melainkan kritik serius terhadap kebijakan Menkes yang mengganggu sistem yang telah dibangun lama oleh dunia akademik.
“Kami sangat prihatin dengan kebijakan Menkes yang terlalu banyak mencampuri pengelolaan pendidikan kedokteran. Padahal ketentuan sudah diatur di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, namun Menkes banyak mencampuri,” ujar Prof. Reviono.
Ia menyoroti wacana Menkes terkait pendidikan dokter spesialis berbasis rumah sakit (hospital-based). Menurutnya, saat ini pun pendidikan spesialis telah berbasis rumah sakit, karena 90 persen proses pembelajarannya berlangsung di Rumah Sakit Pendidikan. Namun, seleksi, kurikulum, dan pengawasan pembelajaran masih sepenuhnya dikelola oleh Universitas.
“Calon dokter spesialis belajar sambil melayani, karena dua aspek ini tidak bisa dipisahkan. Selama ini sistem tersebut telah berjalan puluhan tahun dan terbukti menghasilkan lulusan berkualitas yang diakui secara internasional,” imbuhnya.
Masalah muncul ketika Menkes berencana mendirikan Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis hospital-based di Rumah Sakit Pendidikan yang saat ini telah digunakan FK.
“Ini yang menjadi perhatian kami. Mengapa program baru itu tidak dibuka di rumah sakit lain yang belum menjadi rumah sakit pendidikan FK? Jika dalam satu rumah sakit terdapat dua program — nuniversity-based dan hospital-based— kami khawatir akan timbul perbedaan perlakuan terhadap mahasiswa serta munculnya dualisme sistem pendidikan,” tambahnya.
Menanggapi situasi tersebut, para Guru Besar FK UNS menyampaikan enam seruan sebagai bentuk sikap resmi.
Pertama, FK UNS menjunjung tinggi dan berkomitmen menyelenggarakan pendidikan kedokteran yang bermutu sehingga mampu menghasilkan lulusan dokter, dokter spesialis dan sub-spesialis serta tenaga kesehatan lainnya yang kompeten dan beretika untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
Kedua, pendidikan kedokteran yang bermutu sangat penting bagi transformasi kesehatan yang sekarang dicanangkan oleh Kemenkes, guna memperluas akses layanan kesehatan kepada masyarakat. Mutu pendidikan perlu dikawal dengan kompetensi yang standar.
Ketiga, pendidikan kedokteran yang bermutu perlu diselenggarakan dalam konsep academic health systems, yang mengintegrasikan pendidikan dan pelayanan kesehatan sebagai pilar yang tidak terpisahkan.
Keempat, pendidikan dokter spesialis yang hospital based tidak mengganggu university based yang sudah ada. Pendidikan hospital based tidak dilakukan di rumah sakit pendidikan utama (RSPU) dari FK yang sudah ada.
Kelima, untuk mewujudkan pendidikan kedokteran yang bermutu dalam kerangka academic health systems, perlu adanya kerja sama/kolaborasi dengan semangat kemitraan yang kuat yang bercirikan adanya kepercayaan/trust, keseimbangan dalam pengambilan keputusan bersama dan komunikasi yang baik.
Dan point keenam, menyikapi apa yang terjadi akhir-akhir ini, maka FK UNS menyerukan agar jajaran Kemenkes membuka ruang untuk berdialog kembali dengan jajaran Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi, Universitas Penyelenggara Pendidikan Kedokteran, Organisasi Profesi dan institusi relevan lainnya untuk dapat melakukan kompromi dengan azas musyawarah mufakat berdasarkan aturan/regulasi yang ada, untuk kepentingan pendidikan kedokteran Indonesia.
“Melihat perkembangan terakhir, kami berharap semua pihak dapat kembali duduk bersama dan mencari solusi terbaik untuk masa depan pendidikan kedokteran di Indonesia. Sehingga kami dari FK mengusulkan point 6 supaya dilakukan kompromi dengan azas musyawarah mufakat berdasarkan aturan/regulasi yang ada, untuk kepentingan pendidikan kedokteran Indonesia,” pungkasnya.
Editor : AW Wibowo
Artikel Terkait