SOLO, iNewsSleman.id - Taktik bisnis rokok kian hari semakin manis dengan gemerlap bungkusnya. Di sisi lain, bahaya merokok pun sudah disampaikan pada bungkus.
Data Survei Kesehatan Indonesia tahun 2023, Kementerian Kesehatan menyebut angka perkiraan jumlah perokok aktif cukup tinggi, yakni mencapai 70 juta orang. Di antaranya, 7.4% perokok berusia 10-18 tahun.
Dosen Kesehatan Masyarakat (Kesmas) Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Ayu Khoirotul Umaroh, S.KM., mengatakan bahwa memang bahan utama dari rokok adalah tembakau yang merupakan penghasil nikotin. Nikotin sendiri merupakan zat adiktif yang dapat membuat seseorang kecanduan.
“Jadi orang kalau sudah mulai merokok, pasti dia akan merasa kecanduan. Maka ketika ada orang yang mau berhenti merokok, dia pasti akan sulit untuk mengenyahkan rasa ingin merokoknya karena ada zat adiktifnya,” ujar Ayu, Sabtu (31/5/2025)
Tetapi selain tembakau, terdapat juga bahan lainnya, di antaranya adalah zat pengawet, perasa, dan zat kimia lain yang membuat asap rokok halus di tenggorokan.
“Teknologi membuat rokok asapnya halus di tenggorokan. Coba kalau misalnya asapnya itu kerasa banget kayak orang bakar-bakar terus asapnya kita hirup kan sakit banget ya,Mungkin akan banyak orang yang mundur dari kebiasaan untuk merokok,” kata Ayu.
Hal ini dinilai merupakan cara pengusaha agar tetap bisa memiliki pangsa pasar yang luas. Dengan teknologi yang ada, produk rokok dibuat semenarik dan seenak mungkin untuk dikonsumsi seperti pemberian rasa buah-buahan atau kopi yang sangat digandrungi oleh anak muda.
“Padahal tetap saja, kandungannya ada nikotin, tembakau, dan zat-zat kimia berbahaya lainnya. Sementara rasa itu seperti bumbu saja, ditambahkan rasa lain. Jadi kandungannya tetap sama, membahayakan” tekan Ayu.
Cara mulus industri rokok pada tahun 2025 menjadi sorotan dunia. Organisasi kesehatan dunia (WHO) menyorot dengan mengangkat tema World No Tobacco Day dengan Unmasking the Appeal: Exposing Industry Tactics on Tobacco and Nicotine Products atau Mengungkap Daya Tarik: Mengungkap Taktik Industri pada Produk Tembakau dan Nikotin. World No Tobacco Day
Merokok bukan hanya sebatas menghisap, tetapi juga menghembuskan asap rokok. Ayu menggarisbawahi saat perokok aktif ketara memiliki resiko kanker, perokok pasif atau secondhand smoke juga tidak kalah berbahaya. Perokok pasif juga berpotensi terkena penyakit.
Seperti pada kelompok rentan, anak-anak misalnya, mereka bisa mengalami infeksi saluran pernapasan. Bahkan apabila dari lahir sudah pembawa asma, asap rokok akan menjadi pemicunya. Menjadi tragis ketika ada tradisi tilik bayi (kunjungan melihat bayi yang baru dilahirkan), pengunjung secara sadar merokok pada ruangan yang sama dengan bayi.
“Maka bayinya bisa terkontaminasi atau bahkan dilarikan ke NICU karena kegawatdaruratan,” kata Ayu.
Penelitian yang diunggah pada jurnal Plos One menyangkut secondhand smoke pernah dilakukan di Iran kepada 627 penderita kanker paru-paru dengan 3.477 orang sehat sebagai pembanding. Hasilnya menyebutkan, orang yang terpapar asap rokok orang lain memiliki resiko kanker paru sebanyak 1.35 kali lebih tinggi dibandingkan yang tidak terpapar. Kemudian orang yang tidak pernah merokok tetapi pernah terpapar asap rokok orang lain resikonya bahkan meningkat menjadi 1.69 kali lebih tinggi.
“Jadi masih tetap ada yang menghantui bagi teman-teman yang secondhand smoke atau perokok pasif ini,” kata Ayu.
Lalu penelitian pada jurnal Clinical Epidemiology and Global Health menunjukkan paparan asap rokok 2-3 kali sehari atau lebih dari 3 jam per hari secara signifikan meningkatkan risiko stunting pada anak hingga lebih dari 2x lipat.
Bagi Ayu, ini perlu menjadi perhatian bersama. “Maka pemerintah punya semacam anjuran. Dan di beberapa daerah ada desa tanpa asap rokok, kemudian sekolah tanpa asap rokok, atau yang biasanya disebut sebagai kawasan tanpa rokok (KTR) dengan mereka menyediakan tempat khusus orang-orang merokok agar menikmati sendiri asapnya, tidak disebarluaskan kepada yang lain” beber Ayu.
Bagi perokok aktif, selain risiko kanker karena bahan rokok pada dasarnya bersifat karsinogenik, penelitian lain menunjukkan bahwa perokok memiliki status kesehatan yang lebih rendah daripada orang-orang yang bukan perokok.
Ayu menganjurkan bagi yang perokok yang ingin berhenti dari kebiasaan merokok, bisa meminta bantuan kepada tenaga kesehatan terdekat. Mengingat terdapat nikotin yang merupakan zat adiktif, maka perlu orang lain untuk menjadi penguat usaha kita untuk berhenti dari kebiasaan merokok itu selain dari motivasi internal diri kita sendiri.
Apabila kurang nyaman untuk bertemu langsung dengan tenaga kesehatan, bisa menggunakan mobile health untuk membantunya. Aplikasi digital juga dapat dimanfaatkan untuk membantu berhenti dari kebiasaan merokok.
Ayu juga tidak menampik bahwa banyak orang-orang yang sudah berhasil untuk berhenti dari kebiasaan merokok. Faktor utama dikarenakan memang ada gangguan kesehatan. Lalu keadaan orang tersayang yang ternyata sakit akibat rokoknya atau ada juga yang termotivasi untuk berhenti sejak dini.
“Jadi sebelum kita menyesal dengan hal-hal yang membuat orang lain sekitar kita sakit, atau bahkan tiada, maka sebaiknya kita mengambil langkah untuk berhenti sekarang juga dengan cara-cara yang bisa kita lakukan. Bertahap, tapi pasti, semangat ya teman-teman,” pungkasnya.
Editor : AW Wibowo
Artikel Terkait