Abaikan Saran Guru Besar Fakultas Kedokteran, Presiden Prabowo Diminta Ingatkan Menkes

AW Wibowo
Guru Besar Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo menyampaikan pernyataan sikap, Kamis (12/6/2025). Foto: AW Wibowo

SOLO, iNewsSleman.id – Kalangan Guru Besar Fakultas Kedokteran meminta agar Presiden Prabowo Subianto mengingatkan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin. Menkes dinilai mengabaikan masukan dari kalangan kampus terkait arah kebijakan dan tata Kelola kesehatan nasional. 

Hal itu disampaikan Guru Besar Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo melalui surat pernyataan yang disampaikan Kamis (12/6/2025) dalam forum bertajuk “Suara Sang Semar: Panggilan atas Keprihatinan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret untuk Negeri”.

Hadir dalam kesempatan tersebut empat Guru Besar FK UNS, Prof. Dr. Yusup Subagio Sutanto, dr., Sp.P (K); Prof. Dr. Trisulo Wasyanto, dr., SpJP(K)., Prof. Dr. Reviono, dr., Sp.P(K).; dan Prof. Tonang Dwi Ardyanto, dr., Sp.PK(K), Ph.D. Surat pernyataan bertajuk “Panggilan Perhatian Atas Keprihatinan Forum Guru Besar Kedokteran Indonesia Terhadap Arah Kebijakan Dan Tata Kelola Kesehatan Nasional” dibacakan oleh Prof. Tonang. 

Dalam surat pernyataan, para guru besar kedokteran di Indonesia adalah bagian rakyat Indonesia yang merupakan subjek atas kebijakan dan tata kelola kesehatan negeri kita tercinta. Bagian rakyat negeri ini yang merupakan akademisi perguruan tinggi, terus mengambil bagian dalam ikut berpartisipasi dan berkontribusi atas dinamika tata kelola yang menyangkut kehidupan orang banyak, khususnya dalam bidang pengembangan ilmu dan layanan kedokteran dan kesehatan pada umumnya. 

“Pada kesempatan ini, kami menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih atas perhatian pemerintah, dalam hal ini kepresidenan Republik Indonesia yang telah menyampaikan perhatian atas keprihatinan yang kami sampaikan secara terbuka pada tanggal 20 Mei 2025 yang lalu,” ucap Prof. Tonang. 

Suara keprihatinan para guru besar hanyalah merupakan sebagian saja dari suara berbagai pihak pemangku kepentingan yang memiliki keprihatinan yang sama atas gejolak yang timbul menyikapi berbagai kebijakan yang ditempuh Menteri Kesehatan. Tidak dengan maksud mengedepankan status kegurubesaran, para guru besar meyakini bahwa mereka mewakili rakyat yang memiliki tanggung jawab intelektual dengan kejernihan pikir dan nurani untuk tidak keliru digunakan. Kesombongan juga bukan merupakan jiwa kegurubesaran mengingat guru besar hanyalah bagian kecil populasi guru yang ikut menentukan peradaban sebuah bangsa melalui pendidikan. 

Sebagai seorang pemimpin negara, Presiden Prabowo Subianto memberi penghargaan kepada guru besar melalui pernyataan beliau bahwa pemerintahan menaruh hormat kepada guru besar. Guru besar adalah ilmuwan yang dalam berkarya nyata selayaknya tidak mengecewakan rakyat karena mereka adalah bagian rakyat itu sendiri. Para guru besar percaya, seperti yang telah dinyatakan oleh Presiden Prabowo Subianto, bahwa guru besar adalah bagian the wise of the nation, penyemai kebijaksanaan, dan juga the conscience of the nation, penjaga suara hati bangsa. Pernyataan tersebut menjadi penguat tekad para guru besar untuk terus menyuarakan kebenaran, demi kepentingan rakyat banyak.

Para guru besar menyampaikan suara keprihatinan karena mereka merupakan bagian integral perjuangan bangsa dalam menjaga kesehatan masyarakat. Suara keprihatinan para guru besar juga telah mereka sampaikan setelah melalui analisis wacana kritis yakni metode etis dan intelektual bagi siapa pun yang menghargai keadilan sosial. Keprihatinan para guru besar lahir dari proses kontemplasi dan analisis yang mendalam. Bukan sekadar reaksi emosional, tetapi bentuk tanggung jawab etis berdasarkan kajian akademik dan telaah kritis terhadap narasi-narasi yang dibangun oleh Kementerian Kesehatan, narasi yang dalam banyak kesempatan justru menciptakan dikotomi, membelah kepercayaan, dan menjauhkan dialog antar pemangku kepentingan.

Pada era teknologi digital, kata-kata dan narasi yang dibangun Kementerian Kesehatan melalui dinamika eksekusi peraturan pelaksanaan Undang-Undang Kesehatan bukan sekadar bunyi yang membangun, melainkan juga dengan sengaja dijadikan senjata manipulatif dan menghancurkan berbagai pemangku kepentingan yang seharusnya menjadi mitra kerja membangun kesehatan bagi rakyat. 

Alih-alih membangun partisipasi, reformasi kesehatan yang dijalankan saat ini justru dirasakan eksklusif, tertutup, dan menempatkan banyak pihak sebagai “penghambat kemajuan”, termasuk kalangan akademisi, organisasi profesi, dan kolegium. Para guru besar mencatat pula bahwa pascapenyampaian keprihatinan mereka, komunikasi yang dilakukan oleh Menteri Kesehatan di berbagai forum publik, termasuk di Mahkamah Konstitusi, masih mencerminkan narasi yang konfrontatif, bukan kolaboratif.

Suara keprihatinan para guru besar merupakan kulminasi atas dinamika kebijakan dan tata kelola kesehatan negeri ini melalui kepemimpinan Menteri Kesehatan yang membuat mereka resah dan tidak lagi melihat kepemimpinan yang menyejukkan dan dapat membuat rakyat akan dengan baik mengikuti reformasi bidang kesehatan yang partisipatif. Bagi para guru besar, reformasi juga harus mereka perankan dengan sebaik-baiknya dan tidak dengan penghambatan kemajuan derajat kesehatan rakyat yang menyeluruh. 

Para guru besar tidak melawan perubahan. Sebaliknya, mereka mendukung reformasi yang berbasis pada data, dialog, dan penghormatan terhadap prinsip-prinsip profesionalisme serta kedaulatan keilmuan. Namun mereka menolak cara-cara yang melemahkan kepercayaan publik, merendahkan martabat akademisi dan profesi kesehatan, serta mengabaikan aspirasi para pendidik dan pelaku di lapangan.

“Dengan ini kami menyerukan panggilan perhatian dan tindak nyata dari pemerintah atas keprihatinan yang telah kami sampaikan pada tanggal 20 Mei 2025. Kami tidak lagi dapat mengembalikan kepercayaan kami kepada Menteri Kesehatan untuk memimpin reformasi dan tata kelola kesehatan yang inklusif, adil, dan berlandaskan bukti serta kebijaksanaan kolektif bangsa dalam mencapai tujuan program Asta Cita,” 

Dekan FK UNS Prof. Reviono mengatakan, pihaknya berharap agar Presiden Prabowo Subianto memberikan teguran atau mengingatkan kepada Menkes. Terdapat dua hal yang menjadi sorotan Guru Besar FK UNS terkait pernyataan Menteri Kesehatan. Pertama terkait framing terhadap kualitas pendidikan dokter spesialis di Indonesia.

“Kalau sistem dan regulasi, kami (FK UNS) menolak bullying dan menindak dengan tata cara dan regulasi yang berlaku,” tegas Prof. Reviono.

Pihaknya juga meminta agar Menkes tidak melaksanakan sistem pendidikan Hospital Based di rumah sakit yang telah memiliki sistem University Based. 

“Idealnya adalah Hospital Based dilakukan di rumah sakit yang belum ada University Based. Di situ harus membangun sistem, SDM, dan sebagainya di rumah sakit penyelenggara nantinya,” ucapnya. 
 

Editor : AW Wibowo

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network