YOGYAKARTA, iNewsSleman.id - Dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan, jaminan ketersediaan energi listrik yang andal, cukup, berkualitas dan ekonomis menjadi syarat dan pendukung berbagai hal. Mulai dari pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan sosial, kemudian penciptaan lapangan kerja produktif, memperkuat industri dan menciptakan sektor bisnis sehat.
Hal tersebut disampaikan Prof. Ir. Tumiran, M.Eng., Ph.D., Pakar Energi dan Kepala Eric UGM (Engineering Research and Innovation Center) Fakultas Teknik UGM, lewat keterangan tertulis, Selasa (30/5/23).
Ia berujar, ketersediaan energi listrik yang cukup, handal, berkelanjutan dan ekonomis, menjadi salah satu komponen penggerak industri, bisnis, perdagangan dan usaha-usaha lain yang produktif.
Sementara, dari segi produktivitas, bila dilihat dari pemakaian sub sektor kelistrikan, dengan penduduk yang sudah mencapai 270 juta jiwa, Indonesia masih tertinggal di lingkungan ASEAN.
Catatan konsumsi per kapita yang baru mencapai 1100 Kwh/kapita, berada di rangking 6 setelah Singapore (9000 Kwh/kapita), Brunei dan Malaysia (4800 Kwh/kapita), Thailand (2700 Kwh/kapita), serta Vietnam (1500 Kwh/kapita).
"Dengan semangat mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai Indonesia Emas 2045-2050 dan komitmen yang kuat terhadap pengurangan dampak perubahan Iklim mencapai Net-Zero emission tahun 2050, maka pembangunan sektor kelistrikan memerlukan penataan yang konsisten, regulasi yang integratif, komprehenshif dan implementatif," cetusnya.
Ketika mencapai Indonesia Emas, kata Tumiran, diproyeksikan kebutuhan konsumsi energi listrik akan mencapai 5000 Kwh/kapita. Sehingga kebutuhannya pun diprediksi akan setara dengan konsumsi negara Tiongkok dewasa ini, atau di atas Malaysia yang kini sudah mencapai konsumsi 4500 Kwh/kapita.
"Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, kebutuhan pembangkit diperkirakan bisa mencapai 350 sampai 450 GW, tergantung dari komposisi jenis pembangkit yang dipilih dan yang berhasil dibangun," urainya.
"Dengan target net zero emission yang akan meniadakan pembangkit batubara, ada kemungkinan kapasitas pembangkit bisa melebihi 500 GW bila tanpa PLTN," tambah Tumiran.
Sejalan dengan ikhtiar mencapai target untuk pemenuhan konsumsi energi listrik, maka untuk percepatan transisi energi dan pemenuhan konsumsi menuju 2050, pembangunan Industri kelistrikan yang sehat menjadi salah satu indikator kesuksesan mencapai tujuan tersebut.
Editor : Bayu Arsita
Artikel Terkait