Teknologi Budi Daya Cabai Ramah Lingkungan Sukses Dikembangkan di Sragen

AW Wibowo
Panen cabai yang dikembangkan dengan teknologi budi daya cabai ramah lingkungan di Kabupaten Sragen, Rabu (3/7/2024). Foto: Ist.

SRAGEN, iNewsSleman.id - Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Solo bersama Pemkab Sragen dan Gapoktan Guyub Rukun mengembangkan teknologi budi daya cabai ramah lingkungan. Budi daya menggunakan sungkup (screen net) dilengkapi alat penyiraman otomatis (water sprinkler).

Budi daya dengan metode tersebut mulai dilaksanakan sejak akhir 2022 di lahan seluas 2.300 meter persegi. Implementasi teknologi yang telah melewati 2 kali masa tanam (MT), memberikan manfaat bagi Gapoktan yang besar, antara lain peningkatan produksi karena tanaman tumbuh dengan lebih baik dan tahan terhadap perubahan cuaca ekstrem.

Selain itu juga penurunan waktu dan biaya tenaga untuk menyirami tanaman serta penggunaan pupuk yang lebih sedikit. Dengan penggunaan teknologi tersebut, terjadi efisiensi biaya sekitar 30 persen dan peningkatan laba sekitar 10 persen.

Pada awal Juli 2024, Gapoktan Guyub Rukun kembali membuahkan hasil yang sangat baik dengan produksi sebesar 3 ton cabai. Untuk menambah semangat petani dan bentuk komitmen menjaga inflasi, BI Solo bersama Bupati Sragen, Forkopimda serta jajaran stakeholders di menyelenggarakan panen cabai bersama di Desa Jenggrik, Kecamatan Kedawung, Sragen.

“Kegiatan juga merupakan sinergi Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) yang perlu terus diperkuat oleh TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah). Pada kesempatan, kami juga menyerahkan sarana transportasi berupa kendaraan angkut beroda tiga yang dapat dimanfaatkan oleh anggota kelompok, khususnya untuk menjual hasil panennya secara kolektif,” kata Kepala Kantor Perwakilan BI Solo Dwiyanto Cahyo Sumirat melalui siaran pers, Rabu (3/7/2024).

Penggunaan transportasi yang lebih efisien dengan konsumsi bahan bakar yang lebih rendah, diharapkan semakin mengurangi biaya operasional budi daya cabai. Ke depan, upaya menghadapi persiapan kemarau panjang yang berpotensi dapat mempengaruhi ketersediaan pasokan cabai akan terus ditingkatkan.

Melalui sinergi dengan seluruh pemangku kepentingan, diharapkan implementasi penggunaan teknologi tepat guna sesuai kondisi lahan yang didukung juga dengan penerapan pertanian ramah lingkungan, dapat diperluas sehingga berdampak pada tingkat inflasi yang terkendali dengan baik.

Dwiyanto Cahyo Sumirat mengungkapkan inflasi yang rendah dan stabil, merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Penurunan inflasi, terutama perlu dilakukan pada kelompok pangan bergejolak atau volatile food, karena terkait dengan masalah perut rakyat. Selain itu juga berimplikasi langsung pada kesejahteraan. Inflasi pangan bukan hanya masalah ekonomi saja, melainkan juga masalah sosial dan politik.

“Inflasi volatile food sangat dipengaruhi oleh suplai atau hasil produksi yang masih sangat tergantung pada cuaca dan fluktuasi jadwal panen. Musim dan cuaca yang semakin hari semakin tidak dapat diprediksi dan serangan hama menjadi tantangan tersendiri bagi petani dalam menjaga produktivitas,” ucapnya. 

Untuk itu, adopsi dan implementasi teknologi baru sangat dibutuhkan dalam menjawab tantangan tersebut. Pemerintah dan BI senantiasa mengoptimalkan langkah-langkah pengendalian inflasi untuk mendukung ketahanan pangan secara integratif, masif, dan berdampak secara luas di tengah tingginya risiko kenaikan inflasi.

Penguatan sinergi pengendalian inflasi, terutama yang bersumber dari sisi suplai diwujudkan dalam Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) yang bersinergi dengan Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan TPID. Rangkaian kegiatan GNPIP, merupakan wujud nyata sinergi antara otoritas, baik di tingkat pusat maupun daerah, pelaku industri, serta masyarakat guna mengelola tekanan inflasi dari sisi suplai dan mendorong produksi dalam rangka mendukung ketahanan pangan.

Salah satu upaya yang dilakukan dalam menjaga stabilitas harga (dari sisi suplai) adalah mendorong kemandirian petani untuk meningkatkan efisiensi biaya dan pemanfaatan teknologi, baik pada sisi hulu maupun hilir sehingga dapat meningkatkan produktivitas.

Dikatakannya, salah satu komoditas strategis yang sering menyumbang inflasi dalam kelompok volatile food adalah cabai. Di wilayah Soloraya, Kabupaten Sragen merupakan produsen cabai merah besar (teropong) terbesar, dengan luas lahan sekitar 502 hektare dengan tingkat produksi sebanyak 3.465 ton (Jawa Tengah dalam Angka Tahun 2024).

Produksi bukan hanya dipasok untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Sragen saja. Tetapi juga masyarakat Kota Solo. Cabai mayoritas disuplai melalui beberapa pengepul di sekitar lokasi dan disetorkan ke distributor besar di Pasar Bunder Sragen dan Pasar Legi Solo.

Salah satu kelompok petani di Sragen yang memproduksi dan menjadi penyuplai cabai merah besar adalah Gapoktan Guyub Rukun yang berlokasi di Desa Jenggrik, Kecamatan Kedawung. Sejak tahun 2021, Gapoktan Guyub Rukun menjadi klaster mitra binaan yang dipilih berdasarkan proses identifikasi dan analisis menyeluruh oleh BI Solo bersama Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sragen.

“Beberapa kendala yang dihadapi Gapoktan adalah cuaca yang yang tidak menentu beberapa tahun terakhir, menyebabkan budi daya cabai menjadi lebih menantang. Banyak lahan cabai yang kurang optimal dalam berproduksi, bahkan beberapa gagal panen. Kondisi tersebut terbukti menurunkan ketersediaan pasokan dan meningkatkan tekanan inflasi,” katanya.

Editor : AW Wibowo

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network