Chemistry menjadi tantangan terbesar antara Mufti dan Fathurahmat. Maklum, untuk mengayuh satu sepeda diperlukan kerja sama yang erat antara keduanya, baik atlet maupun sang pilot.
"Hambatannya itu di chemistry, tetapi saya kan posisinya juga sekamar sama atlet. Jadi kami 24 jam bisa bareng terus," ujar pria kelahiran Bandung ini.
Saking seringnya bersama, chemistry keduanya kian menguat. Komunikasi pun menjadi kunci kerja sama apik di lintasan balap. Keduanya bahkan tak segan bicara jika ada sesuatu hal yang dirasa kurang tepat.
"Kalau kendala lain, di tandem ini secara teknis berbeda dengan sepeda biasa. Di tandem, jalan belok-belok lah terberatnya. Kalau bawanya (mengayuh sepeda) dengan atletnya tidak masalah," tutur dia.
Dunia sepeda memang tak asing lagi bagi pria berusia 28 tahun ini. Dari enam tahun lalu hingga sekarang, Mufti merupakan atlet sepeda Indonesia. Bahkan dia aktif di komunitas Hoeis Cycling hingga saat ini.
"Saya mulanya itu atlet atletik. Cuma di pelatihan ada pelatih balap sepeda juga. Dekat dengan saya, akhirnya ikut balap sepeda," ujarnya.
Sekarang Mufti masih berjuang bersama sang atlet Fathurahmat. Mufti optimistis dengan kemampuan sang atlet. Raihan empat medali di PEPARNAS XVII Solo masih bisa bertambah, karena cabor para balap sepeda menyisakan nomor road yang dipertandingkan di Boyolali mulai Jumat (11/10/2024).
"Hebatnya itu dia (Fathurahmat) mens blind full. Kan lebih diuntungkan kalau gak full, masih bisa lihat jalan atau putaran kaki pilot. Tapi dia tidak (bisa melihat), namun iramanya bisa sama, bareng," ucap Mufti.
Editor : AW Wibowo
Artikel Terkait