Selain menyusun standar kurikulum, kolegium juga bertugas untuk mengembangkan sistem pelaksanaan pendidikan tinggi dalam standar praktik, standar kompetensi dan standar profesi di ranah praktik. Sehingga di masa depan, semua perguruan tinggi harus taat pada standar tersebut seperti yang telah terlaksana pada Kedokteran.
Azis yang pernah menjabat sebagai Dekan Farmasi selama dua periode menyampaikan, terdapat PR besar di Indonesia terkait dengan pendidikan tinggi di ranah kesehatan. Memang untuk lulusannya telah diuji dengan mengikuti Uji Kompetensi, namun kualitas masih belum memuaskan.
“Dengan adanya penyusunan standar bersama itu akan mereduksi disparitas mutu pendidikan,” kata dosen yang menyelesaikan studi S3 di Univeristy of Tomoyama tersebut.
Kekhawatirannya itu juga melihat adanya disparitas (kesenjangan) mutu pendidikan yang cukup lebar dan pihak penyelenggara pendidikan masih menomor duakan prioritas.
“Dengan adanya standar itu kita nanti bisa menginformasikan balik kepada kawan-kawan pengelola pendidikan tinggi agar lebih serius dalam menjual diri dengan kualitas dengan kurikulumnya diperbaiki,” ujar Azis.
Dia menyarankan agar uang pendidikan yang dikeluarkan oleh orang tua itu dikembalikan dalam bentuk sarana prasarana yang unggul seperti alat laboratorium yang unggul, fasilitas kelas yang mumpuni, juga akses pustaka yang up to date. Dengan pelayanan tersebut, akan menghasilkan lulusan yang berdaya saing juga mampu berkompetisi dengan perguruan tinggi lain yang telah ada.
Editor : AW Wibowo
Artikel Terkait