SLEMAN, iNewsSleman.id - Pembahasan revisi Undang-Undang Desa yang saat ini masih terus bergulir di parlemen sebaiknya tidak dilakukan secara tergesa-gesa. Perlu kajian yang kritis dan mendalam terkait substansi Rancangan Undang-Undang tersebut agar implementasinya di lapangan mampu memberikan dampak posistif bagi kesejahteraan masyarakat desa.
Demikianlah yang disampaikan oleh Sosiolog Desa sekaligus Wakil Rektor III Universitas Gadjah Mada, Arie Sujito, pada acara Jagongan Ngrembuk Deso (Senin, 6/2/2023).
Diselenggarakan di Sanggar Maos Tradisi, Kalurahan Donoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman dengan mengangkat tema 'Kembalikan Daulat Desa untuk Kesejahteraan Rakyat.' Hadir dalam acara para perwakilan dari organisasi dan LSM penggiat desa.
Arie Sujito mengatakan, pembahasan revisi Undang-Undang Desa yang bertepatan pada tahapan Pemilihan Umum berpeluang menimbulkan gunjangan bagi para perangkat desa. Sesuai amanat UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka regulasi yang ada harus menekankan pada aspek partisipasi, yaitu bagaimana membawa desa dari objek menjadi subjek.
"Dalam konteks sebagai pintu masuk reformasi, Desa adalah dampak dari demokrasi. Reproduksi sumpah serapah Desa bukan hanya soal regulasi, tapi juga tentang regulasi," ujar Arie, Senin malam (6/2/2023).
Lebih lanjut, Arie menyoroti penggunaan dana desa yang lebih didominasi untuk keperluan formal administrasi. Menurutnya, penggunaan dana desa seharusnya untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat esensial untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa.
"Dana desa tidak sekedar membuat garis lurus tentang angka, tentang prosedur organisasi. Dana desa itu soal pengakuan hak sekaligus alat untuk artikulasi dan penguatan partisipasi pemberdayaan masyarakat desa," imbuhnya.
Editor : Ammar Mahir Hilmi
Artikel Terkait