Sebanyak 41 dari 55 anak yang konsumsi kental manis terindikasi dan berpotensi mengalami malnutrisi (kondisi ketika anak tidak mendapatkan asupan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhannya yang berdampak pada kondisi kesehatan anak secara umum dan proses tumbuh kembangnya) seperti gizi buruk, underweight, potensi stunting, dan Obesitas.
13 orang tua bayi dari 17 orang tua bayi mengonsumsi karena menganggap kental manis adalah susu. Mereka berpotensi stunting dan dampak lain seperti diare dan karies.
Arif menyampaikan, meski sudah adanya peraturan yang mengatur tentang peruntukan kental manis, pada faktanya masih banyak masyarakat yang mispersepsi dengan menganggap kental manis adalah susu yang dapat dikonsumsi harian.
"Masih perlu adanya promosi edukasi tentang kental manis bukan susu dan peruntukan kental manis untuk meluruskan persepsi masyarakat yang keliru," ungkapnya.
Media informasi, kata Arif menambahkan, masih menjadi sumber informasi paling berpengaruh dalam pembentukan persepsi. Oleh karena itu perlu adanya pengawasan dalam hal beriklan bagi produsen.
Selain itu, lanjut Arif, perlu adanya pembatasan konsumsi kental manis berlebih meskipun peruntukannya sudah sesuai dengan aturan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi resiko penyakit degeneratif (penyakit tidak menular yang terjadi akibat penurunan fungsi organ tubuh dan penuaan).
Dalam temuannya, angka konsumsi kental manis sebagai susu bagi orang tua ternyata sangat tinggi yaitu sebanyak 278 orang tua atau 27 persen orang tua mengonsumsi kental manis sebagai susu.
"Kental manis bukan susu sehingga konsumsi kental manis sebagai susu bagi orang tua adalah perilaku salah," imbuhnya.
Editor : Bayu Arsita
Artikel Terkait