Hasilnya, indikator potensi TPS rawan yang paling banyak terjadi, yakni 160 TPS terdapat pemilih DPT yang sudah Tidak Memenuhi Syarat; 266 TPS terdapat Pemilih Pindahan (DPTb); 7 TPS Terdapat potensi pemilih Memenuhi Syarat namun tidak terdaftar di DPT (DPK); 12 TPS Memiliki riwayat terjadi intimidasi kepada penyelenggara pemilu.
Kemudian 24 TPS berada di wilayah rawan bencana; 18 TPS dekat lembaga pendidikan yang siswanya berpotensi memiliki hak pilih; 6 TPS di dekat wilayah kerja; 167 TPS terdapat pemilih disabilitas yang terdaftar di DPT; 22 TPS Terdapat KPPS yang merupakan pemilih di luar domisili TPS tempatnya bertugas; dan 23 TPS berada di dekat rumah pasangan calon dan/atau posko tim kampanye pasangan calon.
“Mitigasi dan pemetaan TPS rawan i menjadi salah satu upaya untuk melakukan pencegahan. TPS rawan menjadi bada basis bagi Bawaslu untuk melakukan fokus pencegahan dan lokus pengawasan,” ujarnya.
Peta TPS rawan juga dapat digunakan oleh KPU, pasangan calon, pemerintah, aparat penegak hukum, pemantau pemilihan, media dan seluruh masyarakat untuk memitigasi agar pemungutan suara lancar tanpa gangguan yang menghambat pemilihan yang demokratis.
Guna meminimalisasi TPS rawan, Bawaslu melakukan strategi pencegahan, di antaranya melakukan patroli pengawasan terutama di wilayah TPS yang diindikasi rawan; koordinasi dan konsolidasi kepada pemangku kepentingan terkait; sosialisasi dan pendidikan politik kepada masyarakat; kolaborasi dengan pemantau Pemilihan, pegiat kepemilaun, organisasi masyarakat dan pengawas partisipatif; menyediakan posko pengaduan masyarakat di setiap level yang bisa diakses masyarakat, baik secara offline maupun online.
“Kami juga melakukan pengawasan langsung untuk memastikan ketersediaan logistik pemilihan di TPS, pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara sesuai ketentuan, serta akurasi data pemilih dan penggunaan hak pilih,” katanya.
Editor : AW Wibowo
Artikel Terkait