Dalam disertasinya, Marisa mengusulkan perlindungan hukum bagi perempuan korban kawin kontrak berbasis teoantroposentris. Konsep ini mengedepankan humanisme religius yang menjadikan manusia dan Tuhan sebagai pusat, wahyu dan akal sebagai sumber, dan memfungsikan manusia sebagai khalifah di muka bumi untuk menjunjung hak asasi manusia.
“Ada empat tahapan yang diusulkan. Pertama, langkah preventif untuk mencegah terjadinya kawin kontrak. Caranya dengan merumuskan peraturan perundang-undangan yang berpihak pada korban dan sosialisasi kepada korban. Manusia memiliki hak untuk tidak dieksploitasi,” paparnya.
Kedua, upaya represif dengan memberikan sanksi tegas bagi pelaku kawin kontrak. Korban harus mendapatkan kompensasi dan berhak atas penanganan yang berpihak padanya.
Langkah ketiga adalah langkah kuratif untuk memperbaiki perilaku masyarakat. Dan terakhir, langkah rehabilitatif untuk memulihkan korban yang memperhatikan aspek sosial, psikologis, ekonomi, dan keagamaan.
Pemaparan Marisa selama lebih kurang satu jam itu mendapat sambutan positif dari para penguji. Salah satunya adalah Prof. Aidul Fitriciada (Ketua Komisi Yudisial tahun 2016) yang mengakui bahwa disertasi ini bagus.
Ditemui usai menutup sidang, Rektor UMS Prof. Dr. Sofyan Anif, M.Si., mengapresiasi riset yang dilakukan Marisa. Menurutnya, aspek perlindungan teoantropologis menjadi dasar penting untuk transformasi hukum pada masa yang akan datang. Penelitian Marisa menjadi masukan penting bagi pemangku kebijakan.
“Ini masukan kepada Kementerian Agama, masyarakat, dan komunitas hukum. Sehingga, unsur-unsur tersebut (usulan Marisa) harus dipenuhi,” tandas Sofyan Anif.
Editor : AW Wibowo
Artikel Terkait