Selokan Mataram, Bukti Nyata Kepedulian HB X Pada Rakyat Yogya

Dian Aji Saputra
Selokan Mataram sudah difungsikan 79 tahun melibatkan jutaan buruh yang diupah dan pekerja sukarela. (Foto Ist.)

SLEMAN, iNewsSleman.id - Sejarawan UGM, Sri Margono mengatakan cagar budaya Selokan Mataram memiliki sejarah yang sangat panjang dan penting sekali dalam sejarah Indonesia khususnya DIY. Ide dari pembuatan dari kanal tersebut datang dari Sultan HB IX pada masa pendudukan Jepang dengan propaganda romusha yang juga dikenakan pada seluruh rakyat Yogyakarta. 

Oleh karena itu, Sultan HB IX mencoba berdiplomasi agar rakyatnya tidak terlibat didalamnya, salah satu dalihnya untuk persiapan perang itu diperlukan semacam logistik atau bahan pangan yang melimpah agar rakyat tidak kelaparan.

“Guna meningkatkan produksi pangan dibutuhkan irigasi yang baik agar persawahan atau tanaman pangan bisa mencukupi dan berhasil dengan panen melimpah sehingga saluran irigasi itu menjadi sangat penting. Diplomasi seperti itulah yang disukai pada waktu itu. Alhasil, rakyat tidak dikirim romusha tetapi diikutsertakan dalam pembuatan irigasi yang dikenal sekarang sebagai Selokan Mataram dan direstui Pemerintah Jepang,” ucapnya.

Margono menuturkan Sultan HB IX tidak ingin rakyatnya ikut menderita dan sengsara karena romusha sehingga dibuatkan alternatif proyek kanal irigasi untuk membangun saluran irigasi menghubungkan Sungai Progo dan Sungai Opak

Proyek kanal irigasi ini sangat panjang dan mungkin selokan terpanjang di Asia Tenggara, melibatkan ribuan orang dalam pengerjaannya setiap hari dan bisa diselesaikan. 

Namanya dulu belum Selokan Mataram, nama itu baru disematkan belakangan karena kanal irigasi tersebut berada di wilayah Mataram. Ada yang menyebutnya Kali Malang karena sumber utama berasal dari sungai tersebut dan letaknya melintang atau malang. 

Selain itu, sempat dinamakan Kali Malang dimaksudkan Sultan HB IX untuk menghalangi-halangi rakyat Yogyakarta ditarik Jepang kerja romusha. Dengan meminta rakyatnya membuat saluran irigasi, maka banyak rakyat Yogyakarta yang bisa diselamatkan dari jeratan kerja paksa Jepang.

"Kalau disini umumnya sungai bersumber dari hulu di utara lalu hilir ke selatan. Sedangkan Selokan Mataram melintang melewati sungai -sungai itu. Kemungkinan itu asal usul disebut Kali Malang lantas berubah menjadi Selokan Mataram. Saya melihat ini suatu diplomasi yang sangat luar biasa dari Sultan HB IX untuk melindungi rakyatnya dari romusha yang menyiksa," terangnya.

Lebih lanjut, Margono mengungkapkan orang yang ikut romusha akan dibawa ke suatu tempat di mana ada proyek pemerintah Jepang. Umumnya banyak yang tidak bisa pulang, mengenaskan dan meninggal. 

“Kita bisa bayangkan jika proyek irigasi ini tidak pernah dibuat, sangat mungkin orang Yogyakarta banyak yang keluar dan nasibnya tidak diketahui. Hal ini juga akan mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi masyarakat terutama di pedesaan,” imbuhnya. 

Selokan Mataram bukanlah sekadar saluran irigasi biasa. Keistimewaan kanal legendaris sepanjang 30,8 km yang mengairi areal pertanian seluas 15.734 ha tersebut telah merekam cerita bersejarah tentang seorang raja yang sangat mencintai rakyatnya. 

Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY mencatat Selokan Mataram pernah dinamakan Gunsei Hasuiro atau Yosuiro oleh Jepang yang berarti irigasi pertanian. 

Selokan yang sudah difungsikan 79 tahun ini dibiayai Jepang seharga 1,6 juta gulden, melibatkan lebih dari 1,2 juta buruh yang diupah dan 68.000 pekerja sukarela yang disebut sebagai kerik aji.

Kontur tanah di DIY untuk pertanian memang sangat tergantung sungai dan hujan, sementara sungai-sungai di DIY merupakan daerah aliran lahar Gunung Merapi umumnya sungai -sungai dalam sehingga untuk menjadi irigasi utama harus dibendung. 

Banyak bendungan di DIY untuk mengangkat dan mengalirkan air untuk mengairi persawahan. Selokan Mataram dibuat seperti itu dengan melibatkan teknisi berpengalaman tidak hanya panjang kanal tetapi juga berkaitan dengan kontur dari setiap wilayah karena sedari awal hingga ujung tantangan cukup berat mewujudkan kanal ini hingga menjadi sangat fungsional.

“Kita bayangkan periode itu yang notabene masih banyak keterbatasan, hanya dengan pengerahan tenaga kerja yang banyak maka selokan itu bisa selesai. Ini semacam kamuflase sekaligus proyek strategis dari Kasultanan Yogyakarta yang mampu dikerjakan. Proyek kanal ini juga semacam perwujudan gotong royong bersama rakyat. Jadi ada ikatan feodal yang dibangun atas struktur kepemilikan tanah apabila raja menginginkan tenaga kerja,” pungkas Margono.



Editor : Fitriyani

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network