Hakim mengatakan, berdasarkan fakta-fakta persidangan, majelis hakim menilai perbuatan terdakwa telah memenuhi seluruh unsur pada Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana sebagaimana bunyi dakwaan primer dalam perkara ini.
Hakim juga menolak permohonan penasehat hukum HP untuk memberikan hukuman pidana percobaan atau pidana bersyarat dikarenakan perbuatan terdakwa yang begitu sadis disertai perencanaan.
"Hal yang memberatkan perbuatan terdakwa di mata hakim antara lain tindakannya yang sangat sadis, biadab, dan tidak berperikemanusiaan,"tambahnya.
Akibat perbuatan terdakwa tersebut telah meninggalkan duka hingga trauma berkepanjangan bagi keluarga,termasuk anak korban. Perbuatan HP juga dianggap telah membuat publik merasa ngeri. Dan hal yang meringankan juga tidak ada.
Kuasa Hukum terdakwa, Sri Karyani mengatakan pihaknya menghormati bunyi putusan majelis hakim ini. Namun pihaknya kini pikir-pikir terlebih dahulu atas vonis tersebut. Dan dalam waktu tujuh hari ini pihaknya menyatakan untuk pikir-pikir.
"Kami akan berunding dengan terdakwa dan keluarga terdakwa," katanya.
Sementara ayah korban, Heri Prasetyo mengaku puas dengan putusan tersebut. Sebab, putusan majelis hakim ini telah sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Dia menilai perbuatan yang dilakukan terdakwa sangat biadap dan sangat kejam.
"Jadi tetap saya menghendaki hukuman mati untuk pelajaran semua pelaku mutilasi seluruh Indonesia," katanya seusai persidangan.
Kasus mutilasi ini sendiri diketahui pada hari Minggu (19/3/2023) lalu. Di mana saat itu sesosok mayat perempuan dalam kondisi termutilasi di kamar sebuah wisma daerah Purwodadi, Pakembinangun, Pakem, Sleman, D.I.Yogyakarta.
Mayat perempuan tersebut ditemukan dalam kondisi perut terbuka, kaki terpotong, dan beberapa bagian tubuh yang dikuliti. Penjaga wisma sementara mengaku sempat melihat sesosok pria satu kamar dengan korban pada Sabtu (18/3/2023) malam.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait