Dalam kandungan minyak goreng, lanjutnya, kandungan utamanya adalah Vitamin A dan lemak. Namun karena panas akibat penggorengan, kemudian teroksidasi dengan oksigen, sehingga kandungannya rusak.
“Sehingga jangka panjang kalau nekat dikonsumsi itu efeknya di manusia tidak dalam waktu dekat, 10 tahunan,” papar Wakil Dekan II FIK UMS.
Eni mengatakan, sebenarnya masyarakat sudah paham kalau minyak yang berulang kali dipakai dipandang tidak baik dan masyarakat mengetahui bahwa itu racun. Namun yang dianggap racun oleh masyarakat adalah lemak yang sudah pecah dan menjadi oksida. Oksida kemudian masuk ke dalam tubuh dan ‘meracuni’ tubuh.
“Sebenarnya bukan meracuni karena ada mekanisme radikal tadi yang menempel di dinding pembuluh darah, sehingga entah dimana pun suka-suka dia akan menyempit di bagian mana. Nah takutnya menyempit di bagian jantung, bisa mengakibatkan penyakit jantung,” ucapnya.
Efek lain dari minyak goreng yang dipakai berulang kali adalah mengganggu sel pankreas yang erat kaitannya dengan Diabetes Melitus (DM). Sel pankreas pada kasus tersebut tidak efektif untuk merombak gula menjadi energi. Efek lainnya adalah hipertensi dan kolesterol darah naik.
Sedangkan untuk efek jangka pendek, tidak terlalu kelihatan. Misal minyak jelantah yang belum diolah akan membuat tenggorokan kering, namun apabila sudah diolah itu yang berbahaya.
Eni menyebut kualitas minyak yang baik dari sisi fisik bisa dilihat dari warnanya yang jernih. Dari sisi kimia, asam lemaknya itu masih original yaitu rantai panjang rangkap (belum pecah). Kemudian nilai proteinnya masih belum banyak yang rusak juga kadar airnya sudah sesuai dengan SNI 01-3741-2013 yaitu 0,1 persen.
Selain itu juga ada agen penstabil. Agen penstabil pada minyak goreng memiliki fungsi tertentu yaitu agar minyak tidak mudah teroksidasi yang berakibat menjadi oksidan ketika terkena udara beberapa hari.
Editor : AW Wibowo
Artikel Terkait